Dari Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu:
Adalah Rasulullah SAW memberi khabar gembira kepada
para sahabatnya dengan bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan,
bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan
ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat;
juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan,
barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh
apa-apa'." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)
2. Dari
Ubadah bin AshShamit, bahwa Rasulullah bersabda:
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan
keberkahan, AIlah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat,
menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do'a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu
pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, maka tunjukkanlah
kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah
yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini. " (HR.Ath-Thabrani, dan
para periwayatnya terpercaya).
Al-Mundziri berkata: "Diriwayatkan oleh An-Nasa'i
dan Al-Baihaqi, keduanya dari Abu Qilabah, dari Abu Hurairah, tetapi setahuku
dia tidak pemah mendengar darinya."
3. Dari Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam
bersabda:
"Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan
yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu: bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi, para malaikat
memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza Wa Jalla
setiap hari menghiasi Surga-Nya lalu berfirman (kepada Surga),'Hampir tiba
saatnya para hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka
menuju kepadamu, 'pada bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka
tidak bebas bergerak seperti pada bulan lainnya, dan diberikan kepada ummatku
ampunan pada akhir malam. "Beliau ditanya, 'Wahai Rasulullah apakah malam
itu Lailatul Qadar' Jawab beliau, 'Tidak. Namun ovang yang beramal tentu diberi
balasannya jika menyelesaikan amalnya.' " (HR. Ahmad)'"
Isnad hadits tersebut dha'if, dan di antara bagiannya
ada nash-Nash lain yang memperkuatnya.
1. Dalil :
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari
Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi bersabda:
"Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah
untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh
ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman, 'Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku
yang langsung membalasnya. la telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya
karena-Ku.' Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan
ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh,
bau mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma kesturi."
2. Bagaimana
ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah?
Perlu diketahui, bahwa ber-taqarrub kepada Allah tidak
dapat dicapai dengan meninggalkan syahwat ini -yang selain dalam keadaan
berpuasa adalah mubah- kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan
meninggalkan apa yang diharamkan Allah dalam segala hal, seperti: dusta,
kezhaliman dan pelanggaran terhadap orang lain dalam masalah darah, harta dan
kehormatannya. Untuk itu, Nabi bersabda : "Barangsiapa tidak meninggalkan
perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari makan
dan minum." (HR. Al-Bukhari).
Inti pernyataan ini, bahwa tidak sempurna ber-taqarrub
kepada Allah Ta'ala dengan meninggalkan hal-hal yang mubah kecuali setelah
ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan hal-hal yang haram.
Dengan demikian, orang yang melakukan hal-hal yang
haram kemudian ber-taqarrub kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang
mubah, ibaratnya orang yang meninggalkan hal-hal yang wajib dan ber-taqarrub
dengan hal-hal yang sunat.
Jika seseorang dengan makan dan minum berniat agar
kuat badannya dalam shalat malam dan puasa maka ia mendapat pahala karenanya. Juga
jika dengan tidurnya pada malam dan siang hari berniat agar kuat beramal
(bekerja) maka tidurnya itu merupakan ibadah.
Jadi orang yang berpuasa senantiasa dalam keadaan
ibadah pada siang dan malam harinya. Dikabulkan do'anya ketika berpuasa dan
berbuka. Pada siang harinya ia adalah orang yang berpuasa dan sabar, sedang
pada malam harinya ia adalah orang yang memberi makan dan bersyukur.
3. Syarat
mendapat pahala puasa :
Di antara syaratnya, agar berbuka puasa dengan yang
halal. Jika berbuka puasa dengan yang haram maka ia termasuk orang yang menahan
diri dari yang dihalalkan Allah dan memakan apa yang diharamkan Allah, dan
tidak dikabulkan do'anya.
Orang
berpuasa yang berjihad :
Perlu
diketahui bahwa orang mukmin pada bulan Ramadhan melakukan dua jihad, yaitu :
- Jihad untuk dirinya pada siang hari dengan puasa.
- Jihad pada malam hari dengan shalat malam.
Barangsiapa
yang memadukan kedua jihad ini, memenuhi segala hak-haknya dan bersabar
terhadapnya, niscaya diberikan kepadanya pahala yang tak terhitung. Lihat
Lathaa'iful Ma 'arif, oleh Ibnu Rajab, him. 163,165 dan 183.
1. Puasa
Ramadhan adalah rukun keempat dalam Islam. Firman Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan asas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa. "(Al-Baqarah : 183).
Sabda Nabi :
Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat
tiada sembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi hajike Baitul
Haram. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk
mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa,
pelipatgandaan kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan
ibadah puasa khusus untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah lainnya. Firman Allah
dalam hadits yang disampaikan oleh Nabi:
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya.
Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka
puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang
berpuasa lebih harum dari pada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda Nabi :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
" (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Maka untuk memperoleh ampunan dengan puasa Ramadhan,
harus ada dua syarat berikut ini:
- Mengimani dengan benar akan kewajiban ini.
- Mengharap pahala karenanya di sisi Allah Ta 'ala.
2. Pada
bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi umat manusia dan
berisi keterangan-keterangan tentang petunjuk dan pembeda antara yang haq dan
yang bathil.
3. Pada
bulan ini disunatkan shalat tarawih, yakni shalat malam pada bulan Ramadhan,
untuk mengikuti jejak Nabi, para sahabat dan Khulafaur Rasyidin. Sabda Nabi
"Barangsiapa
mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah)
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
4. Pada
bulan ini terdapat Lailatul Qadar (malam mulia), yaitu malam yang lebih baik
daripada seribu bulan, atau sama dengan 83 tahun 4 bulan. Malam di mana
pintu-pintu langit dibukakan, do'a dikabulkan, dan segala takdir yang terjadi
pada tahun itu ditentukan. Sabda Nabi :
"Barangsiapa
mendirikan shalatpada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala, dari
Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq
'Alaih).
Malam ini
terdapat pada sepuluh malam terakhir, dan diharapkan pada malam-malam ganjil
lebih kuat daripada di malam-malam lainnya. Karena itu, seyogianya seorang
muslim yang senantiasa mengharap rahmat Allah dan takut dari siksa-Nya,
memanfaatkan kesempatan pada malam-malam itu dengan bersungguh-sungguh pada
setiap malam dari kesepuluh malam tersebut dengan shalat, membaca Al-Qur'anul
Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat yang sebenar-benamya. Semoga Allah
menerima amal ibadah kita, mengampuni, merahmati, dan mengabulkan do'a kita.
5. Pada
bulan ini terjadi peristiwa besar yaitu Perang Badar, yang pada keesokan
harinya Allah membedakan antara yang haq dan yang bathil, sehingga menanglah
Islam dan kaum muslimin serta hancurlah syirik dan kaum musyrikin.
6. Pada
bulan suci ini terjadi pembebasan kota Makkah Al-Mukarramah, dan Allah
memenangkan Rasul-Nya, sehingga masuklah manusia ke dalam agama Allah dengan
berbondong-bondong dan Rasulullah menghancurkan syirik dan paganisme
(keberhalaan) yang terdapat di kota Makkah, dan Makkah pun menjadi negeri
Islam.
7. Pada
bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan para setan
diikat.
Betapa
banyak berkah dan kebaikan yang terdapat dalam bulan Ramadhan. Maka kita wajib
memanfaatkan kesempatan ini untuk bertaubat kepada Allah dengan
sebenar-benarnya dan beramal shalih, semoga kita termasuk orang-orang yang
diterima amalnya dan beruntung.
Perlu
diingat, bahwa ada sebagian orang –semoga Allah menunjukinya- mungkin berpuasa
tetapi tidak shalat, atau hanya shalat pada bulan Ramadhan saja. Orang seperti
ini tidak berguna baginya puasa, haji, maupun zakat. Karena shalat adalah sendi
agama Islam yang ia tidak dapat tegak kecuali dengannya. Sabda Nabi :
"Jibril
datang kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad, siapa yang menjumpai bulan
Ramadhan, namun setelah bulan itu habis dan ia tidak mendapat ampunan, maka
jika mati ia masuk Neraka. Semoga Allah menjauhkannya. Katakan: Amin!. Aku pun
mengatakan: Amin. " (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
"' Lihat kitab An Nasha i'hud Diniyyah, him. 37-39.
Maka
seyogianya waktu-waktu pada bulan Ramadhan dipergunakan untuk berbagai amal
kebaikan, seperti shalat, sedekah, membaca Al-Qur'an, dzikir, do'a dan
istighfar. Ramadhan adalah kesempatan untuk menanam bagi para hamba Ailah,
untuk membersihkan hati mereka dari kerusakan.
Juga wajib
menjaga anggota badan dari segala dosa, seperti berkata yang haram, melihat
yang haram, mendengar yang haram, minum dan makan yang haram agar puasanya
menjadi bersih dan diterima serta orang yang berpuasa memperoleh ampunan dan
pembebasan dari api Neraka.
Tentang
keutamaan Ramadhan, bersabda:
'"Aku
melihat seorang laki-laki dari umatku terengah-engah kehausan, maka datanglah
kepadanya puasa bulan Ramadhan lalu memberinya minum sampai kenyang " (HR.
At-Tirmidzi, Ad-Dailami dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir dan hadits
ini hasan).
"Shalat
lima waktu, shalat Jum'at ke shalat Jum 'at lainnya, dan Ramadhan ke Ramadhan
berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antaranya jika dosa-dosa
besar ditinggalkan. " (HR.Muslim).
Jadi hal-hal
yang fardhu ini dapat menghapuskan dosa-dosa kecil, dengan syarat dosa-dosa
besar ditinggalkan. Dosa-dosa besar, yaitu perbuatan yang diancam dengan
hukuman di dunia dan siksaan di akhirat. Misalnya: zina, mencuri, minum arak,
mencaci kedua orang tua, memutuskan hubungan kekeluargaan, transaksi dengan
riba, mengambil risywah (uang suap), bersaksi palsu, memutuskan perkara dengan
selain hukum Allah.
Seandainya
tidak terdapat dalam bulan Ramadhan keutamaan-keutamaan selain keberadaannya
sebagai salah satu fardhu dalam Islam, dan waktu diturunkannya Al-Qur'anul
Karim, serta adanya Lailatul Qadar -yang merupakan malam yang lebih balk
daripada seribu bulan- di dalamnya, niscaya itu sudah cukup, Semoga Allah
melimpahkan taufik-Nya. Lihat kitab Kalimaat Mukhtaarah, hlm. 74 - 76.
1. Definisi
:
Puasa ialah
menahan diri dari makan, minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar yang
kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah Ta 'ala:
"
…….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam ...
"(Al-Baqarah: 187),
2. Kapan dan
bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan ?
Puasa
Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya'ban
genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan
disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya
ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
3. Siapa
yang wajib berpuasa Ramadhan ?
Puasa
Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal),
dan mampu untuk berpuasa.
4. Syarat
wajibnya puasa Ramadhan ?
Adapun
syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa
dan mampu.
5. Kapan
anak kecil diperintahkan puasa ?
Para ulama
mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya,
sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun
agar terlatih dan membiasakan diri.
6 Syarat
sahnya puasa.
Syarat-syarat
sahnya puasa ada enam :
Islam :
tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
Akal : tidak
sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
Tamyiz :
tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang balk dengan yang
buruk).
Tidak haid :
tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
Tidak nifas
: tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
Niat : dari
malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda
Nabi : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum
fajar, maka tidak sah puasanya. " (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah,
An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits
ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam
hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian malam.
SUNNAH-SUNNAH
PUASA
Sunah puasa
ada enam :
- Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.
- Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
- Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal kebajikan lainnya.
- Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa.
- Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do'a :
"Ya Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan
rizki anugerah-Mu aku berbuka. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya
Allah, terimalah amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui "
- Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air.
Diperbolehkan
tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan :
- Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala:
" …..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain... "
(Al-Baqarah:184).
Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian
tidak berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang
ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan Ramadhan.
- Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu 'anha berkata :
"Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan
untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat. " (Hadits
Muttafaq 'Alaih).
- Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus meng-qadha saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan o!eh Abu Dawud. '7, Lihat kitab Ar Raudhul Murbi', 1/124.
- Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat Al-Bukhari. Lihat kitab Tafsir Ibnu Kalsir, 1/215.
Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud
(genggam tangan) gandum, atau satu sha' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya.
Lihat kitab 'Lrmdatul Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, hlm. 28.
Hukum
jima'pada siang hari bulan Ramadhan.
Diharamkan
melakukan jima' (bersenggama) pada siang hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang
melanggarnya harus meng-qadha dan membayar kaffarah mughallazhah (denda berat)
yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan, maka berpuasa selama
dua bulan berturut-turut; jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin;
dan jika tidak punya maka bebaslah ia dari kafarah itu. Firman Allah Ta'ala.
"Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..."
(Al-Baqarah: 285). Lihat kitab Majalisu Syahri Ramadhan, hlm. 102 - 108.
- Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
- Jima' (bersenggama).
- Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
- Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
- Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
- Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam .
Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib
qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. "
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan : "Barangsiapa
muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya)."
DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara
maudu' dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah
No. 923.
- Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. "(Al-An'aam: 88).
Tidak batal
puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu,
lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau
air tanpa disengaja.
Jika wanita
nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi,
shalat dan berpuasa.
Kewajiban
orang yang berpuasa :
Orang yang
berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan diri dari perbuatan dusta, ghibah
(menyebutkan kejelekan orang lain), namimah (mengadu domba), laknat mendo'akan
orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki. Hendaklah ia menjaga
telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang haram, penglihatan yang
haram, pendengaran yang haram, makan dan minum yang haram.
Puasa yang
disunatkan :
Disunatkan
puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu
tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari
pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari
'Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk
mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum
Yahudi.
Manfaatkan
dan pergunakan masa hidup Anda, kesehatan dan masa muda Anda dengan amal
kebaikan sebelum maut datang menj emput. Bertaubatlah kepada Allah dengan
sebenar-benar taubat dalam setiap waktu dari segala dosa dan perbuatan
terlarang. Jagalah fardhu-fardhu Allah dan perintah-perintah-Nya serta jauhilah
apa-apa yang diharamkan dan dilarang-Nya, baik pada bulan Ramadhan maupun pada
bulan lainnya.
Jangan
sampai Anda menunda-nunda taubat, lain Anda pun mati dalam keadaan maksiat
sebelum sempat bertaubat, karena Anda tidak tahu apakah Anda dapat menjumpai
lagi bulan Ramadhan mendatang atau tidak?
Bersungguh-sungguhlah
dalam mengurus keluarga, anak-anak dan siapa saja yang menjadi tanggung jawab
Anda agar mereka taat kepada Allah dan menjauhkan diri dari maksiat kepada-Nya.
Jadilah suri tauladan yang baik bagi mereka dalam segala bidang, karena Andalah
pemimpin mereka dan bertanggung jawab atas mereka di hadapan Allah Ta'ala.
Bersihkan rumah Anda dari segala bentuk kemungkaran yang menjadi penghalang
untuk berdzikir dan shalat kepada Allah.
Sibukkan
diri dan keluarga Anda dalam hal yang bermanfaat bagi Anda dan mereka. Dan
ingatkan mereka agar menjauhkan diri dari hal yang membahayakan mereka dalam
agama, dunia dan akhirat mereka.
Semoga Allah
melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan
diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita
Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
QIYAM
RAMADHAN
1.Dalilnya :
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
2. Dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebut bulan Ramadhan
seraya bersabda :
"Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan
Allah puasanya dan kusunatkan shalat malamnya. Maka barangsiapa menjalankan
puasa dan shalat malam pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala, niscaya
bebas dari dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan ibunya." (HR.
An-Nasa'i, katanya: yang benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al
Arna'uth dalam "Jaami'ul Ushuul", juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan
dengan adanya nash-nash lain yang memperkuatnya.
2. Hukumnya:
Qiyam
Ramadhan (shalat malam Ramadhan) hukumnya sunnah mu 'akkadah (ditekankan),
dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau anjurkan
serta sarankan kepada kaum Muslimin. Juga diamalkan oleh Khulafa' Rasyidin dan
para sahabat dan tabi'in. Karena itu, seyogianya seorang muslim senantiasa
mengerjakan shalat tarawih pada bulan Ramadhan dan shalat malam pada sepuluh
malam terakhir, untuk mendapatkan Lailatul Qadar
3,
Keutamaannya:
Qiyamul lail
(shalat malam) disyariatkan pada setiap malam sepanjang tahun. Keutamaannya
besar dan pahalanya banyak.
Firman Allah
Ta'ala :
"Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya ''( Maksudnya mereka tidak tidur di waktu
biasanya orang tidur, untuk mengejakan shalat malam) , sedang mereka berdo'a
kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebahagian
dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. "(AsSajdah: 16).
Ini
merupakan sanjungan dan pujian dari Allah bagi orang-orang yang mendirikan
shalat tahajjud di malam hari. Dan sanjungan Allah kepada kaum lainnya dengan
firman-Nya :
"Mereka
sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka momohon
ampun (kepada Allah) . " (Adz-Dzaariyaat: 17-18).
"Dan
orang-orangyang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan
mereka." (Al-Furqaan: 64).
Diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi(dengan mengatakan: Hadits ini hasan shahih dan hadist ini
dinyatakan shahih oleh Al-Hakim) dari Abdullah bin Salam, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
Wahai
sekalian manusia, sebarkan salam, berilah orang miskin makan, sambungkan tali
kekeluargaan dan shalatlah pada waktu malam ketika semua manusia tidur, niscaya
kalian masuk Surga dengan selamat. "
Juga
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Bilal, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Hendaklah
kamu mendirikan shalat malam karena itu tradisi orang-orang shalih sebelummu.
Sungguh, shalat malam mendekatkan dirimu kepada Tuhanmu, menghapuskan
kesalahan, menjaga diri dari dosa dan mengusirpenyakit dari tubuh" (Hadits
ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menyetujuinya, 1/308),
Dalam hadits
kaffarah dan derajat, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Dan
termasuk derajat: memberi makan, berkata baik, dan mendirikan shalat malam
ketika orang-orang tidur': dinyatakan shahih oleh Al-Bukhari dan
At-Tirmidzi)" Lihat kitab Wazhaa'ifu Ramadhan, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 42,
43.
Dan sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam :
"Sebaik-baik
shalat setelah fardhu adalah shalat malam. " (HR. Muslim).
4,
Bilangannya :
Termasuk
shalat malam: witir, paling sedikit satu raka'at dan paling banyak 11 raka'at.
Boleh melakukan witir dengan satu raka'at saja, berdasarkan sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa
yang ingin melakukan witir dengan satu raka'at maka lakukanlah. " HR. Abu
Dawud dan An-Nasa'i.
Atau witir
dengan tiga raka'at, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa
yang ingin melakukan witir dengan tiga raka 'at maka lakukanlah. " (HR.
Abu Dawud dan An-Nasa'i)·
Hal ini
boleh dilakukan dengan sekali salam, atau shalat dua raka'at dan salam kemudian
shalat raka'at ketiga.
Atau witir
dengan lima raka'at, diiakukan tanpa duduk dan tidak salam kecuali pada akhir
raka'at.
Berdasarkan
sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa
ingin melakukan witir dengan lima raka'at maka lakukanlah. "(HR. Abu Dawud
dan An-Nasa'i).
Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, beliau mengatakan:
"Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam biasanya shalat malam tiga belas raka'at, termasuk
di dalamnya witir dengan lima raka 'at tanpa duduk di salah satu raka 'atpun
kecuali pada raka'at terakhir. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ketiga
hadits tersebut dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban.
Atau witir
dengan tujuh raka'at; dilakukan sebagaimana lima raka'at. Berdasarkan penuturan
Ummu Salamah radhiallahu 'anha :
"Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam biasanya melakukan witir dengan tujuh dan lima
raka 'at tanpa diselingi dengan salam dan ucapan. "(HR, Ahmad, An-Nasa'i
dan Ibnu Majah).
Boleh juga
melakukan witir dengan sembilan, sebelas, atau tiga belas raka'at. Dan yang
afdhal adalah salam setiap dua rakaat kemudian witir dengan satu raka'at.
Shalat malam
pada bulan Ramadhan memiliki keutamaan dan keistimewaan atas shalat malam
lainnya.
5. Waktunya
:
Shalat malam
Ramnahaan mencakup shalat pada permulaan malam dan pada akhir malam.
6. Shalat
Tarawih:
Shalat
tarawih terrnasuk qiyam Ramadhan. Karena itu, hendaklah bersungguh-sungguh dan
memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan balasannya dari Allah. Malam
Ramadhan adalah kesempatan yang terbatas bilangannya dan orang mu'min yang
berakal akan memanfaatkannya dengan baik tanpa terlewatkan.
Jangan
sampai ditinggalkan shalat tarawih, agar memperoleh pahala dan ganjarannya. Dan
jangan pulang dari shalat tarawih sebelum imam selesai darinya dan dari shalat
witir, agar mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Hal ini didasarkan pada
sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa
mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai, dicatat baginya shalat
semalam suntuk. " (HR. Para penulis kitab Sunan,dengan sanad shahih) Lihat
kitab Majalisu Syahri Ramndhan, oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, him. 26-30.
Shalat
tarawih adalah sunat, dilakukan dengan berjama'ah lebih utama. Demikian yang
masyhur dilakukan para sahabat, dan diwarisi oleh umat ini dari mereka generasi
demi generasi. Shalat ini tidak ada batasannya. Boleh melakukan shalat 20
raka'at, 36 raka'at, 11 raka'at, atau 13 raka'at; semuanya baik. Banyak atau
sedikitnya raka'at tergantung pada panjang atau pendeknya bacaan ayat. Dalam
shalat diminta supaya khusyu', bertuma'ninah, dihayati dan membaca dengan
pelan; dan itu tidak bisa dengan cepat dan tergesa-gesa. Dan sepertinya lebih
baik apabila shalat tersebut hanya dilakukan 11 raka'at.(Yaitu berdasarkan
hadits Aisyah radiallahu'anha yang artinya : " Tiadalah Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam menambah (rakaat), baik di bulan Ramadhan atau (di
bulan) lainya lebih dari sebelas rakaat". (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa'i)
Segala puji
bagi Allah, yang telah menurunkan kepada hamba-Nya kitab Al-Qur'an sebagai
penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang muslim. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada hamba
dan rasul-Nya Muhammad, yang diutus Allah sebagai rahmat bagi alam semesta.
Adalah ditekankan
bagi seorang muslim yang mengharap rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya untuk
memperbanyak membaca Al-Qur'anul Karim pada bulan Ramadhan dan buian-bulan
lainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, mengharap ridha-Nya,
memperoleh keutamaan dan pahala-Nya. Karena Al-Qur'anul Karim adalah
sebaik-baik kitab, yang diturunkan kepada Rasul termulia, untuk umat terbaik
yang pernah dilahirkan kepada umat manusia; dengan syari'at yang paling utama,
paling mudah, paling luhur dan paling sempurna.
Al-Qur'an
diturunkan untuk dibaca oleh setiap orang muslim, direnungkan dan dipahami
makna, perintah dan larangannya, kemudian diamalkan. Sehingga ia akan menjadi
hujjah baginya di hadapan Tuhannya dan pemberi syafa'at baginya pada hari
Kiamat.
Allah telah
menjamin bagi siapa yang membaca Al-Qur'an dan mengamalkan isi kandungannya
tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akhirat, dengan firmanNya
" Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan
tidak akan celaka. " (Thaha:123),
Janganlah
seorang muslim memalingkan diri dari membaca kitab Allah, merenungkan dan
mengamalkan isi kandungannya. Allah telah mengancam orang-orang yang
memalingkan diri darinya dengan firman-Nya :
"Barangsiapa
berpaling dari Al-Qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di
hari Kiamat. " (Thaha : 100),
"Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan
buta. " (Thaha: 124),
Di antara
keutamaan Al-Qur'an :
1. Firman
Allah Ta 'ala :
"Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri. " (An-Nahl: 89),
2. Firman
Allah Ta'ala .
..
Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang
menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. "
(Al-Ma'idah: 15-16).
3. Firman
Allah Ta 'ala :
"Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi ouang-orang yang beriman. " (Yunus: 57).
4. Sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :
"Bacalah
Al-Qur'an, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa 'at
bagi pembacanya. " (HR. Muslim dari Abu Umamah).
5. Dari
An-Nawwas bin Sam'an radhiallahu 'anhu, katanya : Aku mendengar Rasul
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Didatangkan
pada hari KiamatAl-Qur'an dan para pembacanya yang mereka itu dahulu
mengamalkannya di dunia, dengan didahului oleh surat Al Baqarah dan Ali Imran
yang membela pembaca kedua surat ini. " (HR, Muslim).
6. Dari
Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu, katanya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Sebaik-baik
kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya. " (HR.
Al-Bukhar)
7. Dari Ibnu
Mas'ud radhiallahu 'anhu, katanya : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Barangsiapa
membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu
kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim
itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf.
" (HR. At-Tirmidzi, katanya: hadits hasan shahih).
8. Dari
Abdullah bin Amr bin Al 'Ash radhiallahu 'anhuma, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda :
"Dikatakan
kepada pembaca Al-Qur'an: "Bacalah, naiklah dan bacalah dengan pelan
sebagaimana yang telah kama lakukan di dunia, karena kedudukanmu adalah pada
akhir ayat yang kamu baca. "(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan
mengatakan: hadits hasan shahih).
9. Dari
Aisyah radhiallahu 'anhu, katanya : Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Orang
yang membaca Al-Qur'an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia
lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan susah
membacanya baginya dua pahala. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dua pahala,
yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya.
10. Dari
Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidak
boleh hasut kecuali dalam dua perkaua, yaitu: orang yang dikaruniai Allah
Al-Qur'an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan orang yang
dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang
"(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Yang
dimaksud hasut di sini yaitu mengharapkan seperti apa yang dimiliki orang lain.
( Lihat kitab Riyadhus Shaalihiin, hlm. 467-469.
Maka
bersungguh-sungguhlah -semoga Allah menunjuki Anda kepada jalan yang
diridhaiNya untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim dan membacanya dengan niat yang
ikhlas untuk Allah Ta'ala. Bersungguh-sungguhlah untuk mempelajari maknanya dan
mengamalkannya, agar mendapatkan apa yang dijanjikan Allah bagi para ahli
Al-Qur'an berupa keutamaan yang besar, pahala yang banyak, derajat yang tinggi
dan kenikmatan yang abadi. Para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
dahulu jika mempelajari sepuluh ayat dari Al-Qur'an, mereka tidak melaluinya
tanpa mempelajari makna dan cara pengamalannya.
Dan perlu
Anda ketahui, bahwa membaca Al-Qur'an yang berguna bagi pembacanya, yaitu
membaca disertai merenungkan dan memahami maknanya, perintah-perintahnya dan
larangan-larangannya. Jika ia menjumpai ayat yang memerintahkan sesuatu maka ia
pun mematuhi dan menjalankannya, atau menjumpai ayat yang melarang sesuatu maka
iapun meninggalkan dan menjauhinya. Jika ia menjumpai ayat rahmat, ia memohon
dan mengharap kepada Allah rahmat-Nya; atau menjumpai ayat adzab, ia berlindung
kepada
Allah dan
takut akan siksa-Nya. Al-Qur'an itu menjadi hujjah bagi orang yang merenungkan
dan mengamalkannya; sedangkan yang tidak mengamalkan dan memanfaatkannya maka
Al-Qur'an itu menjadi hujjah terhadap dirinya (mencelakainya).
Firman Allah
Ta 'ala :
"lni
adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang yang mempunyai
pikiran mendapatkan pelajaran." (Shad: 29).
Bulan
Ramadhan memiliki kekhususan dengan Al-Qura'nul Karim, sebagaimana firman
Allah: "Bulan Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Qur'an
... "(Al-Baqarah: 185).
Dan dalam
hadits shahih dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertemu
dengan Jibril pada bulan Ramadhan setiap malam untuk membacakan kepadanya
Al-Qur'anul Karim.
Hal itu
menunjukkan dianjurkannya mempelajari Al-Qur'an pada bulan Ramadhan dan
berkumpul untuk itu, juga membacakan Al-Qur'an kepada orang yang lebih hafal.
Dan juga menunjukkan dianjurkannya memperbanyak bacaan Al-Qur'an pada bulan
Ramadhan.
Tentang keutamaan
berkumpul di masjid-masjid untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidaklah
berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah seraya membaca kitab Allah dan
mempelajarinya di antara mereka, kecuali turunlah ketenangan atas mereka, serta
mereka diliputi rahmat, dikerumuni para malaikat dan disebut-sebut oleh Allah
kepada para malaikat di hadapan-Nya. " (HR. Muslim).
Ada dua cara
untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim:
1. Membaca
ayat yang dibaca sahabat Anda.
2. Membaca
ayat sesudahnya. Namun cara pertama lebih baik.
Dalam hadits
Ibnu Abbas di atas disebutkan pula mudarasah antara Nabi dan Jibril terjadi
pada malam hari. Ini menunjukkan dianjurkannya banyak-banyak membaca Al-Qur'an
di bulan Ramadhan pada malam hari, karena malam merupakan waktu berhentinya
segala kesibukan, kembali terkumpulnya semangat dan bertemunya hati dan lisan
untuk merenungkan. Seperti dinyatakan dalam firman Allah :
"Sesungguhnya
bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu '), dan bacaan di waktu
itu lebih berkesan. "(Al-Muzzammil: 6).
Disunatkan
membaca Al-Qur'an dalam kondisi sesempurna mungkin, yakni dengan bersuci,
menghadap kiblat, mencari waktu-waktu yang paling utama seperti malam, setelah
maghrib dan setelah fajar.
Boleh
membaca sambil berdiri, duduk, tidur, berjalan dan menaiki kendaraan.
Berdasarkan firman Allah :
"(Yaitu)
orang-orang yang dzikir kedada Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam
keadaan berbaring... "(A1'Imran: 191).
Sedangkan
Al-Qur'anul Karim merupakan dzikir yang paling agung.
Disunatkan
mengkhatamkan Al-Qur'an setiap minggu, dengan setiap hari' membaca sepertujuh
dari Al-Qur'an dengan melihat mushaf, karena melihat mushaf merupakan ibadah.
Juga mengkhatamkannya kurang dari seminggu pada waktu-waktu yang mulia dan di
tempat-tempat yang mulia, seperti: Ramadhan, Dua Tanah Suci dan sepuluh hari
Dzul Hijjah karena memanfaatkan waktu dan tempat. Jika membaca Al-Qur'an khatam
dalam setiap tiga hari pun baik, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam kepada Abdullah bin Amr :
"Bacalah
Al-Qur'an itu dalam setiap tiga hari "( Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an,
oleh Ibnu Katsir, him. 169-172 dan Haasyiatu Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu
Qaasim, hlm. 107.)
Dan makruh
menunda khatam Al-Qur'an lebih dari empat puluh hari, bila hal tersebut
dikhawatirkan membuatnya lupa. Imam Ahmad berkata : "Betapa berat beban
Al-Qur'an itu bagi orang yang menghafalnya kemudian melupakannya."
Dilarang
bagi yang berhadats kecil maupun besar menyentuh mushaf, dasarnya firman Allah
Ta 'ala :
"Tidak
menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. "(Al-Waqi'ah: 79).
Dan sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wassallam :
"Tidak
dibenarkan menyentuh Al-Qur'an ini kecuali orang yang suci. " (HR. Malik
dalam Al-Muwaththa,Ad-Daruquthni dan lainnya)" (Hai ini diperkuat hadits
Hakim bin Hizam yang lafazhnya: "Jangan menyentuh Al-qur'an kecuali jika
kamu suci." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim dengan menyatakannya shahih).
Asy-Syathibi
dalam kitab Al-Muwaafaqaat mengatakan : "Sudah menjadi kesepakatan bahwa
kitab yang mulia ini adalah syari'at yang sempurna, sendi agama, sumber hikmah,
bukti kerasulan, cahaya penglihatan dan hujjah. Tiada jalan menuju Allah
selainnya, tiada keselamatan kecuali dengannya dan tidak ada yang dapat
dijadikan pegangan sesuatu yang menyelisihinya. Kalau demikian halnya, mau
tidak mau bagi siapa yang hendak mengetahui keuniversalan syariat, berkeinginan
mengenal tujuan-tujuannya serta mengikuti jejak para ahlinya harus
menjadikannya sebagai kawan bercakap dan teman duduknya sepanjang siang dan
malam dalam teori dan praktek; maka dekat waktunya ia mencapai tujuan dan
menggapai cita-cita serta mendapati dirinya termasuk orang-orang pendahulu, dan
dalam rombongan pertama jika ia mampu. Dan tidaklah mampu atas hal itu kecuali
orang yang senantiasa menggunakan apa yang dapat membantunya, yaitu sunnah yang
menjelaskan kitab ini. Selainnya, adalah ucapan para imam terkemuka dan salaf
pendahulu yang dapat membimbingnya dalam tujuan yang mulia ini." ( Lihat
AI Muwafaqaat, oleh Asy-Syathibi, 31224.)
Pembaca dan
pendengar Al-Qur'an yang hatinya disibukkan dengan lagu dan sejenisnya -yang
dapat mengakibatkan perubahan firman Allah, padahal kita diperintahkan untuk
memperhatikannya sebenamya menghalangi hatinya dari apa yang dikehendaki Allah
dalam kitab-Nya, memutuskannya dari pemahaman firman-Nya. Mahasuci firman Allah
dari hal itu semua. Imam Ahmad melarang talhin dalam membaca Al-Qur'an, yaitu
yang menyerupai lagu, beliau berkata : "Itu bid'ah.
Ibnu Katsir
rahimahullah dalam Fadhaa 'ilul Qur'an mengatakan: "Sasaran yang diminta
menurut syara' tiada lain yaitu memperindah suara yang dapat mendorong untuk
merenungkan dan memahami Al-Qur'an yang mulia dengan khusyu', tunduk, dan patuh
penuh ketaatan. Adapun suara-suara dengan lagu yang diada-adakan yang terdiri
atas nada dan irama yang melalaikan, serta aturan musikal, maka Al-Qur'an
adalah suci; dari hal ini dan tak layak jika dalam membacanya diperlakukan
demikian." (Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, him. 125-126.)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Irama-irama yang dilarang para ulama
untuk membaca Al-Qur'an yaitu yang dapat memendekkan huruf yang panjang,
memanjangkan yang pendek, menghidupkan huruf yang mati dan mematikan yang
hidup. Mereka lakukan hal itu supaya sesuai dengan irama lagu-lagu yang merdu.
Jika hal itu dapat mengubah aturan Al-Qur'an dan menjadikan harakat sebagai
huruf, maka haram hukumnya. (Lihat Haasyiatu Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu
Qaasim, him. 107.)
Diriwayatkan
dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas raldhiallahu 'anhuma, ia
berkata :
"Nabi shallallahu
'alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan
pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya
Al-Qur'an. Jibril menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu
membacakan kepadanya Al-Qur'an. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika
ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.
Hadits ini
diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan tambahan:
"Dan
beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya. "
Dan menurut
riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam jika masuk bulan Ramadhan membebaskan setiap
tawanan dan memberi setiap orang yang meminta. "
Kedermawanan
adalah sifat murah hati dan banyak memberi. Allah pun bersifat Maha Pemurah,
Allah Ta'ala Maha Pemurah, kedermawanan-Nya berlipat ganda pada waktu-waktu
tertentu seperti bulan Ramadhan.
Dan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan,
juga paling mulia, paling berani dan amat sempurna dalam segala sifat yang
terpuji; kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan berlipat ganda dibanding
bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemurahan Tuhannya berlipat ganda pada bulan
ini.
Berbagai
pelajaran yang dapat diambil dari berlipatgandanya kedermawanan Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan :
Bahwa
kesempatan ini amat berharga dan melipatgandakan amal kebaikan.
Membantu
orang-orang yang berpuasa dan berdzikir untuk senantiasa taat, agar memperoleh
pahala seperti pahala mereka; sebagaimana siapa yang membekali orang yang
berperang maka ia memperoleh seperti pahala orang yang berperang, dan siapa
yang menanggung dengan balk keluarga orang yang berperang maka ia memperoleh
pula seperti pahala orang yang berperang. Dinyatakan dalam hadits Zaid bin
Khalid dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Barangsiapa
memberi makan kepada orang yang berpuasa maka baginya seperti pahala orang yang
berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun dari pahalanya. " (HR. Ahmad dan
At-Tirmidzi).
Bulan
Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada para hamba-Nya dengan rahmat,
ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama pada Lailatul Qadar Allah Ta
'ala melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya yang bersifat kasih, maka
barangsiapa berderma kepada para hamba Allah niscaya Allah Maha Pemurah
kepadanya dengan anugerah dan kebaikan. Balasan itu adalah sejenis dengan amal
perbuatan.
Puasa dan
sedekah bila dikerjakan bersama-sama termasuk sebab masuk Surga. Dinyatakan
dalam hadits Ali radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Sungguh
di Surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luamya dapat dilihat dari dalam
dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. " Maka berdirilah kepada
beliau seorang Arab Badui seraya berkata: Untuk siapakah ruangan-ruangan itu
wahai Rasulullah? jawab beliau: "Untuk siapa saja yang berkata baik,
memberi makan, selalu berpuasa dan shalat malam ketika orang-orang dalam
keadaan tidur. " (HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata, hadits ini gharib)
Semua
kriteria ini terdapat dalam bulan Ramadhan. Terkumpul bagi orang mukmin dalam
bulan ini; puasa, shalat malam, sedekah dan perkataan baik. Karena pada waktu
ini orang yang berpuasa dilarang dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
Sedangkan shalat, puasa dan sedekah dapat menghantarkan pelakunya kepada Allah
Ta 'ala.
Puasa dan
sedekah bila dikerjakan bersama-sama lebih dapat menghapuskan dosa-dosa dan
menjauhkan dari api Neraka Jahannam, terutama jika ditambah lagi shalat malam.
Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Puasa
itu merupakan perisai bagi seseorang dari api Neraka, sebagaimana perisai dalam
peperangan " ( Hadits riwayat Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah dari Ustman
bin Abil-'Ash; juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya serta
dinyatakan shahih oleh Hakim dan disetujui Adz-Dzahabi.) Hadits riwayat Ahmad
dengan isnad hasan dan Al-Baihaqi.
Diriwayatkan
pula oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Puasa
itu perisai dan benteng kokoh yang melindungi seseorang) dari api Neraka"
Dan dalam
hadits Mu'adz radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Sedekah
dan shalat seseorang di tengah malam dapat menghapuskan dosa sebagaimana air
memadamkan api" (Hadist riwayat At-Tirmidzi dan katrrnya. "Hadits
hasan shnhih. "
Dalam puasa,
tentu terdapat kekeliruan serta kekurangan. Dan puasa dapat menghapuskan
dosa-dosa dengan syarat menjaga diri dari apa yang mesti dijaga. Padahal
kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan orang tidak terpenuhi dalam puasanya
itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan sedekah kekurangan dan kekeliruan
yang terjadi dapat terlengkapi. Karena itu pada akhir Ramadhan, diwajibkan
membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkataan kotor
dan perbuatan keji.
Orang yang
berpuasa meninggalkan makan dan minumnya. Jika ia dapat membantu orang lain
yang berpuasa agar kuat dengan makan dan minum maka kedudukannya sama dengan
orang yang meninggalkan syahwatnya karena Allah, memberikan dan membantukannya
kepada orang lain. Untuk itu disyari'atkan baginya memberi hidangan berbuka
kepada orang-orang yang berpuasa bersamanya, karena makanan ketika itu sangat
disukainya, maka hendaknya ia membantu orang lain dengan makanan tersebut, agar
ia termasuk orang yang memberi makanan yang disukai dan karenanya menjadi orang
yang bersyukur kepada Allah atas nikmat makanan dan minuman yang dianugerahkan
kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh
nikmat ini hanyalah dapat diketahui nilainya ketika tidak didapatkan. (Lihat
kitab Larhaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178.)
Semoga Allah
melimpahkan taufik-Nya (kepada kita semua). Shalawat dan salam semoga
senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan
sahabatnya.
Allah Ta'ala
berfirman :
"Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kama agar kamu bertaqwa. (Yaitu) dalam beberapa hari
yang teutentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya bevpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak beupuasa) membayar fidyah, (yaitu)
memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui "(Al-Baqarah: 183-184)
Allah
berfirman yang ditujukan kepada orang-orang beriman dari umat ini, seraya
menyuruh mereka agar berpuasa. Yaitu menahan dari makan, minum dan bersenggama
dengan niat ikhlas karena Allah Ta'ala. Karena di dalamnya terdapat penyucian
dan pembersihan jiwa, juga menjernihkannya dari pikiran-pikiran yang buruk dan
akhlak yang rendah.
Allah
menyebutkan, di samping mewajibkan atas umat ini, hal yang sama juga telah
diwajibkan atas orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari sanalah mereka
mendapat teladan. Maka, hendaknya mereka berusaha menjalankan kewajiban ini
secara lebih sempurna dibanding dengan apa yang telah mereka kerjakan. (Tafsir
Ibn Katsir, 11313.)
Lalu, Dia
memberikan alasan diwajibkannya puasa tersebut dengan menjelaskan manfaatnya
yang besar dan hikmahnya yang tinggi. Yaitu agar orang yang berpuasa
mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah, Yakni dengan meninggalkan nafsu
dan kesenangan yang dibolehkan, semata-mata untuk mentaati perintah Allah dan mengharapkan
pahala di sisi-Nya. Agar orang beriman termasuk mereka yang bertaqwa kepada
Allah, taat kepada semua perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan dan
segala yang diharamkan-Nya. (Tafsir Ayaatul Ahkaam, oleh Ash Shabuni, I/192.)
Ketika Allah
menyebutkan bahwa Dia mewajibkan puasa atas mereka, maka Dia memberitahukan
bahwa puasa tersebut pada hari-hari tertentu atau dalam jumlah yang relatif
sedikit dan mudah. Di antara kemudahannya yaitu puasa tersebut pada bulan
tertentu, di mana seluruh umat Islam melakukannya.
Lalu Allah
memberi kemudahan lain, seperti disebutkan dalam firman-Nya:
"Maka
barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. " (Al-Baqarah: 184)
Karena
biasanya berat, maka Allah memberikan keringanan kepada mereka berdua untuk
tidak berpuasa. Dan agar hamba mendapatkan kemaslahatan puasa, maka Allah
memerintahkan mereka berdua agar menggantinya pada hari-hari lain. Yakni ketika
ia sembuh dari sakit atau tak iagi melakukan perjalanan, dan sedang dalam
keadaan luang. (Lihat kitab Tafsiirul Lat'nifil Mannaan fi Khulaashati
Tafsiiril Qur'an, oleh Ibnu Sa'di, hlm. 56.)
Dan firman
Allah Ta 'ala :
"Maka
barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari lain." (Al-Baqarah : 184)
Maksudnya,
seseorang boleh tidak berpuasa ketika sedang sakit atau dalam keadaan
bepergian, karena hal itu berat baginya. Maka ia dibolehkan berbuka dan
mengqadha'nya sesuai dengan bilangan hari yang ditinggalkannya, pada hari-hari
lain.
Adapun orang
sehat dan mukim (tidak bepergian) tetapi berat (tidak kuat) menjalankan puasa,
maka ia boleh memilih antara berpuasa atau memberi makan orang miskin. Ia boleh
berpuasa, boleh pula berbuka dengan syarat memberi makan kepada satu orang
miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Jika ia memberi makan lebih dari
seorang miskin untuk setiap harinya, tentu akan lebih baik. Dan bila ia
berpuasa, maka puasa lebih utama daripada memberi makanan. Ibnu Mas'ud dan Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhum berkata: "Karena itulah Allah berfirman :
"Dan
berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. " (Tafsir Ibnu Katsir;
1/214)
Firman Allah
Ta 'ala :
"(Beberapa
hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu,
barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu
maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al-Baqarah: 185).
Allah
memberitahukan bahwa bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa bagi mereka itu
adalah bulan Ramadhan. Bulan di mana Al-Qur'an –yang dengannya Allah memuliakan
umat Muhammad-diturunkan untuk pertama kalinya. Allah menjadikan Al-Qur'an sebagai
undang-undang serta peraturan yang mereka pegang teguh dalam kehidupan. Di
dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk. Dan itulah jalan kebahagiaan bagi orang
yang ingin menitinya. Di dalamnya terdapat pembeda antara yang hak dengan yang
batil, antara petunjuk dengan kesesatan dan antara yang halal dengan yang
haram.
Allah
menekankan puasa pada bulan Ramadhan karena bulan itu adalah bulan
diturunkannya rahmat kepada segenap hamba, Dan Allah tidak menghendaki kepada
segenap hamba-Nya kecuaii kemudahan. Karena itu Dia membolehkan orang sakit dan
musafir berbuka puasa pada hari-hari bulan Ramadhan (Tqfsir Ayarul Ahkam oleh
Ash Shabuni, I/192), dan memerintahkan mereka menggantinya, sehingga sempurna
bilangan satu bulan. Selain itu, Dia juga memerintahkan memperbanyak dzikir dan
takbir ketika selesai melaksanakan ibadah puasa, yakni pada saat sempurnanya'
bulan Ramadhan. Karena itu Allah berfirman :
"Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kama bersyukur. " (Al-
Baqarah: 185).
Maksudnya,
bila Anda telah menunaikan apa yang diperintahkan Allah, taat kepada-Nya dengan
menjalankan hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan segala yang diharamkan
serta menjaga batasan-batasan (hukum)-Nya, maka hendaklah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur karenanya. ')" (Tafsir Ibnu Karsir, 1/218)
Lalu Allah
berfirman :
"Dan
apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya
Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo 'a apabila ia
memohon Kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku, dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran." (Al-Baqarah:186)
Sebab
Turunnya ayat :
Diriwayatkan
bahwa seorang Arab badui bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita
dekat sehingga kita berbisik atau jauh sehingga kita berteriak (memanggil-Nya
ketika berdo'a)?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hanya terdiam, sampai
Allah menurunkan ayat di atas. ' (Tafsir Ibnu Katsir; I/219.)
Tafsiran
ayat:
Allah
menjelaskan bahwa Diri-Nya adalah dekat. Ia mengabulkan do'a orang-orang yang
memohon, serta memenuhi kebutuhan orang-orang yang meminta. Tidak ada tirai
pembatas antara Diri-Nya dengan salah seorang hamba-Nya. Karena itu, seyogyanya
mereka menghadap hanya kepada-Nya dalam berdo'a dan merendahkan diri, lurus dan
memurnikan ketaatan pada-Nya semata. (Tafsir Ibnu Katsir, I/218.)
Adapun hikmah
penyebutan'Allah akan ayat ini yang memotivasi memperbanyak do'a berangkaian
dengan hukum-hukum puasa adalah bimbingan kepada kesungguhan dalam berdo'a,
ketika bilangan puasa telah sempurna, bahkan setiap kali berbuka.
Anjuran dan
Keutamaan Do'a:
Banyak
sekali nash-nash yang memotivasi untuk berdo'a, menerangkan fadhilah
(keutamaan)nya dan mendorong agar suka melakukannya. Di antaranya adalah
sebagai berikut :
1. Firman
Allah Ta 'ala :
"Dan Tuhanmu berfirman: Berdo'alah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (Ghaafir: 60). Di dalamnya Allah
memerintahkan berdo'a dan Dia menjamin akan mengabulkannya.
2. Firman
Allah Ta'ala :
"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri
dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas. " (Al-A'raaf: 55).
Maksudnya, berdo'alah kepada Allah dengan menghinakan
diri dan secara rahasia, penuh khusyu' dan merendahkan diri. "Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." Yakni tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas, baik dalam berdo'a atau lainnya,
orang-orang yang melampaui batas dalam setiap perkara. Termasuk melampaui batas
dalam berdo'a adalah permintaan hamba akan berbagai hal yang tidak sesuai untuk
dirinya atau dengan meninggikan dan mengeraskan suaranya dalam berdo'a.
Dalam Shahihain, Abu Musa Al-Asy'ari berkata:
"Orang-orang meninggikan suaranya ketika berdo'a, maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu,
sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib.
Sesungguhnya Dzat yang kama berdo'a pada-Nya itu Maha Mendengar lagi Maha
Dekat. "
3. Firman Allah Ta 'ala : "Atau siapakah yang
memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya,
dan yang menghilangkan kesusahan?" (An Naml: 62).
Maksudnya, apakah ada yang bisa mengabulkan do'a orang
yang kesulitan, yang diguncang oleh berbagai kesempitan, yang sulit mendapatkan
apa yang ia minta, sehingga tak ada jalan lain ia baru keluar dari keadaan yang
mengungkunginya, selain Allah semata? Siapa pula yang menghilangkan keburukan
(malapetaka), kejahatan dan murka, selain Allah semata?
4. Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhu, dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan
At-TiYmidzi, At-Tirmidzi berkata, hadits hasan shahih).
Dari Ubadah
bin Asb-Shamit radhiallahu 'anhu ia berkata, sesungguhnya Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak
ada seorang muslim yang berdo'a kepada Allah di dunia dengan suatu permohonan
kecuali Dia mengabulkannya, atau menghilangkan daripadanya keburukan yang
semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau pemutusan kerabat. "
Maka berkatalah seouang laki-laki dari kaum: "Kalau begitu, kita
memperbanyak (do'a). "
Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah memberikan kebaikan-Nya lebih
banyak daripada yang kalian minta" (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits
hasan shahih), (Lihat kitab Riyaadhus Shaalihiin, hlm. 612 dan 622)
Lalu Allah
Ta'ala berfirman :
"Dihalalkan
bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu; mereka itu
adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahrvasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan
cavilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu, dan makan minumlah
hinngga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)janganlah kamu campuri
mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
manusia, supaya mereka bertaqwa." (Al-Baqarah:187)
Sebab
turunnya ayat :
Imam Al
Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra' bin 'Azib, bahwasanya ia berkata :
"Dahulu,
para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, jika seseorang (dari mereka)
berpuasa, dan telah datang (waktu) berbuka, tetapi ia tidur sebelum berbuka, ia
tidak makan pada malam dan siang harinya hingga sore. Suatu ketika Qais bin
Sharmah Al-Anshari dalam keadaan puasa, sedang pada siang harinya bekerja di
kebun kurma. Ketika datang waktu berbuka, ia mendatangi isterinya seraya
berkata padanya: "Apakah engkau memiliki makanan ?" Ia menjawab:
"Tidak, tetapi aku akan pergi mencarikan untukmu." Padahal siang
harinya ia sibuk bekerja, karena itu ia tertidur. Kemudian datanglah isterinya.
Tatkala ia melihat suaminya (tertidur) ia berkata: "Celaka kamu."
Ketika sampai tengah hari, ia menggauli (isterinya). Maka hal itu diberitahukan
kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, sehingga turunlah ayat ini :
"Dihalalkan
bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu. "
Maka mereka
sangat bersuka cita karenanya, kemudian turunlah ayat berikut :
"Dan
makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. (Lihat kitab Ash Shahiihul Musnad min Asbaabin Nuzuul, hlm. 9.)
Tafsiran
ayat :
Allah Ta'ala
berfirman untuk memudahkan para hamba-Nya sekaligus untuk membolehkan mereka
bersenang-senang (bersetubuh) dengan isterinya pada malam-malam bulan Ramadhan,
sebagaimana mereka dibolehkan pula ketika malam hari makan dan minum :
"Dihalalkan
bagimu pada malam hari bulan puasa melakukam "rafats" dengan isteri-
isterimu."
Rafats
adalah bersetubuh dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya. Dahulu, mereka
dilarang melakukan hal tersebut (pada malam hari), tetapi kemudian Allah
membolehkan mereka makan minum dan melampiaskan kebutuhan biologis, dengan
bersenang-senang bersama isteri-isteri mereka. Hal itu untuk menampakkan
anugerah dan rahmat Allah pada mereka.
Allah
menyerupakan wanita dengan pakaian yang menutupi badan. Maka ia adalah penutup
bagi laki-laki dan pemberi ketenangan padanya, begitupun sebaliknya.
Ibnu Abbas
berkata: "Maksudnya para isteri itu merupakan ketenangan bagimu dan kamu
pun merupakan ketenangan bagi mereka."
Dan Allah
membolehkan menggauli para isteri hingga terbit fajar. Lalu Dia mengecualikan
keumuman dibolehkannya menggauli isteri (malam hari bulan puasa) pada saat
i'tikaf. Karena ia adalah waktu meninggalkan segala urusan dunia untuk
sepenuhnya konsentrasi beribadah. Pada akhirnya Allah menutup ayat-ayat yang
mulia ini dengan memperingatkan agar mereka tidak melanggar
perintah-perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang diharamkan serta berbagai
maksiat, yang semua itu merupakan batasan-batasan-Nya. Hal-hal itu telah Dia
jelaskan kepada para hamba-Nya agar mereka menjauhinya, serta taat berpegang
teguh dengan syari'at Allah sehingga mereka menjadi orang-orang yang bertaqwa.
(Tafsir Ayaatil Ahkaam, oleh Ash-Shabuni, I/93.)
- Umat Islam wajib melakukan puasa Ramadhan.
- Kewajiban bertaqwa kepada Allah dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
- Boleh berbuka di bulan Ramadhan bagi orang sakit dan musafir. Keduanya wajib mengganti puasa sebanyak bilangan hari mereka berbuka, pada hari-hari lain.
Firman Allah Ta 'ala :
"Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-haui lain, "adalah dalil wajibnya
mengqadha' bagi orang yang berbuka pada bulan Ramadhan karena udzur, baik
sebulan penuh atau kurang, juga merupakan dalil dibolehkannya mengganti
hari-hari yang panjang dan panas dengan hari-hari yang pendek dan dingin atau
sebaliknya.
Tidak diwajibkan berturut-turut dalam mengqadha' puasa
Ramadhan, karena Allah Ta 'ala berfirman :"Maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain, "
tanpa mensyaratkan puasa secara berturut-turut. Maka, dibolehkan berpuasa
secara berturut-turut atau secara terpisah- pisah. Dan yang demikian itu lebih
memudahkan manusia.
- Orang yang tidak kuat puasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh, wajib baginya membayar fidyah; untuk setiap harinya memberi makan satu orang miskin.
Firman Allah Ta 'ala :"Dan berpuasa lebih baik
bagimu"
menunjukkan bahwa melakukan puasa bagi orang yang
boleh berbuka adalah lebih utama, selama tidak memberatkan dirinya.
- Di antara keutamaan Ramadhan adalah, Allah mengistimewakannya dengan menurunkan Al-Qur'an pada bulan tersebut, sebagai petunjuk bagi segenap hamba dan untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
- Bahwa kesulitan menyebabkan datangnya kemudahan. Karena itu Allah membolehkan berbuka bagi orang sakit dan musafir.
- Kemudahan dan kelapangan Islam, yang mana ia tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.
- Disyari'atkan mengumandangkan takbir pada malam 'Idul Fitri. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan hendaklah kama mengagungkan Allah
(mengumandangkan takbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu. "
- Wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai karunia dan taufik-Nya, sehingga bisa menjalankan puasa, shalat dan membaca Al-Qur'anul Karim, dan hal itu dengan mentaati-Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya.
- Anjuran berdo'a, karena Allah memerintahkannya dan menjamin akan mengabulkannya.
Kedekatan Allah dari orang yang berdo'a pada-Nya
berupa dikabulkannya do'a, dan dari orang yang menyembah-Nya berupa pemberian
pahala.
Wajib memenuhi seruan Allah dengan beriman kepada-Nya
dan tunduk mentaati-Nya. Dan yang demikian itu adalah syarat dikabulkannya
do'a.
- Boleh makan dan minum serta melakukan hubungan suami isteri pada malam-malan bulan Ramadhan, sampai terbit fajar, dan haram melakukannya pada siang hari. Waktu puasa adalah dari terbitnya fajar yang kedua, hingga terbenamnya matahari.
- Disyari'atkan i'tikaf di masjid-masjid. Yakni diam di masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan totalitas ibadah di dalamnya. Ia tidak sah, kecuali dilakukan di dalam masjid yang di situ diselenggarakan shalat lima waktu.
Diharamkan bagi orang yang beri'tikaf mencumbu
isterinya. Bersenggama merupakan salah satu yang membatalkan i'tikaf.
- Wajib konsisten dengan mentaati perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Allah Ta'ala berfirman :"ltulah larangan-larangan Allah maka kamujangan mendekatinya."
Hikmah dari penjelasan ini adalah terealisasinya taqwa
setelah mengetahui dari apa ia harus bertaqwa (menjaga diri).
- Orang yang makan dalam keadaan ragu-ragu tentang telah terbitnya fajar atau belum adalah sah puasanya, karena pada asalnya waktu malam masih berlangsung.
- Disunnahkan makan sahur, sebagaimana disunnahkan mengakhirkan waktunya.
- Boleh mengakhirkan mandi jinabat hingga terbitnya fajar.
- Puasa adalah madrasah rohaniyah, untuk melatih dan membiasakan jiwa berlaku sabar. (Lihat kitab Al Ikliil Istinbaathit Tanziil, oleh As-Suyuthi, hlm. 24-28; dan Taisirul Lathifill Mannaan, oleh Ibn Sa'di, hlm. 56-58.)
Puasa
memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi kejiwaan, sosial dan kesehatan,
di antaranya:
- Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah
Ta 'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa. " (Al-Baqarah: 183)
Catatan
Penting :
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada para
saudaraku kaum muslimin yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara berpuasa
mereka bisa meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya tentang
bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok termasuk
jenis keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur'anul Karim. Barangsiapa
meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang
lebih balk. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan diri) dari sesuatu yang
halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram, kami memohon ampun kepada
Allah untuk kami dan untuk mereka.
- Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka berbuat kebajikan.
Sebagaimana
ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan.
- Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di perut.
- Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena berlebihan, balk dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan kelengahan.
- Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
- Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
- Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran darah yang merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada anak Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman dari gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi nafsu syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum mampu menikah dengan berpuasa ( Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163) sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Barangsiapa
berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia meninggalkan rukun terpenting
dari rukun-rukun Islam setelah tauhid. Puasanya sama sekali tidak bermanfaat
baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab shalat adalah tiang agama, di
atasnyalah agama tegak. Dan orang yang meninggalkan shalat hukumnya adalah
kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda :
"Perjanjian
antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia
telah kafir. " (HR. Ahmad dan Para penulis kitab Sunan dari hadits
Buraidah radhiallahu 'anhu) At-Tirmidzi berkata : Hadits hasan shahih, Al-Hakim
dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir
radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
(Batas)
antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR.
Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang
keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah berfirman :
"Dan
Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang beterbangan. "(Al-Furqaan: 23).
Maksudnya,
berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan dengan tidak karena Allah, niscaya
Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya sebagai debu yang beterbangan.
Demikian
pula halnya dengan meninggalkan shalat berjamaah atau mengakhirkan shalat dari
waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat dan dikenai ancaman yang keras.
Allah Ta'ala berfirman:
"Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya. " (Al-Maa'un: 4-5).
Maksudnya,
mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu. Kalau Nabi shallallahu
'alaihi wasallam tidak mengizinkan shalat di rumah kepada orang buta yang tidak
mendapatkan orang yang menuntunnya ke masjid, bagaimana pula halnya dengan
orang yang pandangannya tajam dan sehat yang tidak memiliki udzur.?
Berpuasa
tetapi dengan meninggalkan shalat atau tidak berjamaah merupakan pertanda yang
jelas bahwa ia tidak berpuasa karena mentaati perintah Tuhannya.Jika tidak
demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang utama (shalat)? Padahal
kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh yang tidak
terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Catatan
Penting:
Setiap
muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena
riya' (agar dilihat orang), sum'ah (agar didengar orang), ikut-ikutan orang,
toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal. Jadi, yang
memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa Allah
mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di sisi
Allah dengan puasanya.
Demikian
pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat malam/tarawih), ia wajib
menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab lain.
Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa
berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada malam Lailatul Qadar
karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu. " (Muttafaq 'Alaih).
Secara tidak
sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa terluka, mimisan (keluar darah dari
hidung), muntah, kemasukan air atau bersin di luar kehendaknya. Hal-hal
tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi orang yang sengaja muntah maka
puasanya batal, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha' atasnya, Ctetapi) barangsiapa
sengaja muntah maka ia wajib mengqadha' puasanya. " (HR.Imam Lima kecuali
An-Nasa'i) (Al Arna'uth dalam Jaami'ul Ushuul, 6/29 berkata : "Hadits ini
shahih.")
Orang yang berpuasa
boleh meniatkan puasanya dalam keadaan junub (hadats besar), kemudian mandi
setelah terbitnya fajar. Demikian pula halnya dengan wanita haid, atau nifas,
bila sudi sebelum fajar maka ia wajib berpuasa. Dan tidak mengapa ia
mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar, tetapi ia tidak boleh
mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia wajib mandi dan shalat
Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh berakhir dengan
terbitnya matahari.
Demikian
pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan mandi hingga
terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbit matahari.
Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa mendapatkan shalat jamaah.
Di antara
hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan darah, (Misalnya
dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah satu anggota tubuh) suntik
yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan makanan. Tetapi jika memungkinkan-
melakukan hal-hal tersebut pada malam hari adalah lebih baik dan selamat, sebab
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tinggalkan
apa yang membuatmu ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu ragu. " (HR.
An- Nasa'i dan At-Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan shahih)
Dan beliau
juga bersabda :
"Barangsiapa
menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat maka sungguh dia telah berusaha
menyucikan agama dan kehormatannya." ( Muttafaq 'Alaih)
Adapun
suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh dilakukan, sebab hal itu
termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab Risaalatush Shiyaam, oleh
Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
Orang yang
puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari. Perbuatan itu sunnah,
sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan puasa.
Saudaraku
kaum muslimin, agar sempurna puasamu, sesuai dengan tujuannya, ikutilah
langkah-langkah berikut ini :
- Makanlah sahur, sehingga membantu kekuatan fisikmu selama berpuasa; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
"Makan sahurlah kalian, sesungguhnya di dalam
sahur itu terdapat berkah. " HR.'Al-Bukhari dan Muslim)
"Bantulah (kekuatan fisikmu) untuk berpuasa di
siang hari dengan makan sahur, dan untuk shalat malam dengan tidur siang "
(HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya)
Akan lebih utama jika makan sahur itu diakhirkan
waktunya, sehingga mengurangi rasa lapar dan haus. Hanya saja harus hati-hati,
untuk itu hendaknya Anda telah berhenti dari makan dan minum beberapa menit
sebelum terbit fajar, agar Anda tidak ragu-ragu.
Segeralah berbuka jika matahari benar-benar telah
tenggelam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama mereka
menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur . " (HR. Al-Bukhari, I\luslim
dan At-Tirmidz)
- Usahakan mandi dari hadats besar sebelum terbit fajar, agar bisa melakukan ibadah dalam keadaan suci.
- Manfaatkan bulan Ramadhan dengan sesuatu yang terbaik yang pernah diturunkan didalamnya, yakni membaca Al-Qur'anul Karim. Sesungguhnya Jibril 'alaihis salam pada setiap malam di bulan Ramadhan selalu menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk membacakan Al-Qur'an baginya. (HR. AL-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu).Dan pada diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ada teladan yang baik bagi kita.
- Jagalah lisanmu dari berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok serta perkataan mengada-ada. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa tidak meninggalkan pevkataan dan
perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan
minum." (HR. Al-Bukhari)
Hendaknya puasa tidak membuatmu keluar dari kebiasaan.
Misalnya cepat marah dan emosi hanya karena sebab sepele, dengan dalih bahwa
engkau sedang puasa. Sebaliknya, mestinya puasa membuat jiwamu tenang, tidak
emosional. Dan jika Anda diuji dengan seorang yang jahil atau pengumpat, jangan
Anda hadapi dia dengan perbuatan serupa. Nasihati dan tolaklah dengan cara yang
lebih baik. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa adalah perisai, bila suatu hari seseorang
dari kama beupuasa, hendaknya ia tidak berkata buruk dan berteriak-teriak. Bila
seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata 'Sesungguhnya aku
sedang puasa" (HR. Al- Bukhari, Muslim dan para penulis kitab Sunan)
Ucapan itu dimaksudkanagar ia menahan diri dan tidak
melayani orang yang mengumpatnya Di samping, juga mengingatkan agar ia menolak
melakukan penghinaan dan caci-maki.
- Hendaknya Anda selesai dari puasa dengan membawa taqwa kepada Allah, takut dan bersyukur pada-Nya, serta senantiasa istiqamah dalam agama-Nya.
Hasil yang
baik itu hendaknya mengiringi Anda sepanjang tahun. Dan buah paling utama dari
puasa adalah taqwa, sebab Allah berfirman : "Agar kamu bertaqwa.
"(Al-Baqarah: 183)
Jagalah
dirimu dari berbagai syahwat (keinginan), bahkan meskipun halal bagimu. Hal itu
agar tujuan puasa tercapai, dan mematahkan nafsu dari keinginan. Jabir bin
Abdillah radhiallahu 'anhu berkata :
"Jika
kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu
dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan menyakiti tetangga, dan hendaknya kamu
senantiasa bersikap tenang pada hari kama beupuasa jangan pula kamu jadikan
hari berbukamu sama dengan hari kamu berpuasa."
Hendaknya
makananmu dari yang halal. Jika kamu menahan diri dari yang haram pada selain
bulan Ramadhan maka pada bulan Ramadhan lebih utama. Dan tidak ada gunanya
engkau berpuasa dari yang halal, tetapi kamu berbuka dengan yang haram.
Perbanyaklah
bersedekah dan berbuat kebajikan. Dan hendaknya kamu lebih baik dan lebih
banyak berbuat kebajikan kepada keluargamu dibanding pada selain bulan
Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paring
dermawan, dan beliau lebih dermawan ketika bulan Ramadhan.
Ucapkanlah
bismillah ketika kamu berbuka seraya berdo'a :"Ya Allah, karena-Mu aku
berpuasa, dan atas rezki-Mu aku berbuka. Ya Allah terimalah daripadaku,
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "(44) (Lihat
Mulhaq (bonus) Majalah Al WaLul Islami bulan Ramadhan, 1390 H.hlm.38-40.)
Tujuan
ibadah puasa adalah untuk menahan nafsu dari berbagai syahwat, sehingga ia siap
mencari sesuatu yang menjadi puncak kebahagiaannya; menerima sesuatu yang
menyucikannya, yang di dalamnya terdapat kehidupannya yang abadi, mematahkan
permusuhan nafsu terhadap lapar dan dahaga serta mengingatkannya dengan keadaan
orang-orang yang menderita kelaparan di antara orang-orang miskin; menyempitkan
jalan setan pada diri hamba dengan menyempitkan jalan aliran makanan dan
minuman; puasa adalah untuk Tuhan semesta alam, tidak seperti amalan-amalan
yang lain, ia berarti meninggalkan segala yang dicintai karena kecintaannya
kepada Allah Ta 'ala; ia merupakan rahasia antara hamba dengan Tuhannya, sebab
para hamba mungkin bisa diketahui bahwa ia meninggalkan hai-hal yang
membatalkan puasa secara nyata, tetapi keberadaan dia meninggalkan hal-hal
tersebut karena Sembahannya, maka tak seorangpun manusiayang mengetahuinya, dan
itulah hakikat puasa.
Petunjuk
puasa dari Nabi shallallahu 'ala ihi wasallam adalah petunjuk yang paling
sempurna, paling mengena dalam mencapai maksud, serta paling mudah penerapannya
bagi segenap jiwa.
Di antara
petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Ramadhan
adalah :
Memperbanyak
melakukan berbagai macam ibadah. Jibril'alaihis salam senantiasa membacakan
Al-Qur'anul Karim untuk beliau pada bulan Ramadhan; beliau juga memperbanyak
sedekah, kebajikan, membaca Al-Qur'anul Karim, shalat, dzikir, i'tikaf dan
bahkan beliau mengkhususkan beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang
tidak beliau lakukan pada bulan-bulan lain.
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menyegerakan berbuka dan menganjurkan demikian,
beliau makan sahur dan mengakhirkannya, serta menganjurkan dan memberi semangat
orang lain untuk melakukan hal yang sama. Beliau menghimbau agar berbuka dengan
kurma, jika tidak mendapatkannya maka dengan air.
Nabi'shallallahu
'alaihi wasallam melarang orang yang berpuasa dari ucapan keji dan caci-maki.
Sebaliknya beliau memerintahkan agar ia mengatakan kepada orang yang
mencacinya, "Sesungguhnya aku sedang puasa."
Jika beliau
melakukan perjalanan di bulan Ramadhan, terkadang beliau meneruskan puasanya
dan terkadang pula berbuka. Dan membiarkan para sahabatnya memilih antara
berbuka atau puasa ketika dalam perjalanan. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
pernah mendapatkan fajar dalam keadaan junub sehabis menggauli isterinya maka
beliau segera mandi setelah terbit fajar dan tetap berpuasa.
Termasuk
petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah membebaskan dari qadha' puasa
bagi orang yang makan atau minum karena lupa, dan bahwasanya Allahlah yang
memberinya makan dan minum.
Dan dalam
riwayat shahih disebutkan bahwa beliau bersiwak dalam keadaan puasa. Imam Ahmad
meriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menuangkan air
di atas kepalanya dalam keadaan puasa. Beliau juga melakukan istinsyaq
(menghirup air ke dalam hidung) serta berkumur dalam keadaan puasa. Tetapi
beliau melarang orang berpuasa melakukan istinsyaq secara berlebihan. (Lihat
kitab Zaadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibaad, I/320-338 )
Puasa yang
disyari'atkan adalah puasanya anggota badan dari dosa-dosa, dan puasanya perut
dari makan dan mimum. Sebagaimana makan dan minum membatalkan dan merusak
puasa, demikian pula halnya dengan dosa-dosa, ia memangkas pahala puasa dan
merusak buahnya, sehingga memposisikannya pada kedudukan orang yang tidak
berpuasa.
Karena itu,
orang yang benar-benar berpuasa adalah orang yang puasa segenap anggota
badannya dari melakukan dosa-dosa; lisannya berpuasa dari dusta, kekejian dan
mengada-ada; perutnya berpuasa dari makan dan minum; kemaluannya berpuasa dari
bersenggama.
Bila
berbicara, ia tidak berbicara dengan sesuatu yang menodai puasanya, bila
melakukan suatu pekerjaan ia tidak melakukan sesuatu yang merusak puasanya.
Ucapan yang keluar darinya selalu bermanfaat dan baik, demikian pula dengan
amal perbuatannya. Ia laksana wangi minyak kesturi, yang tercium oleh orang
yang bergaul dengan pembawa minyak tersebut. Itulah metafor (perumpamaan)
bergaul dengan orang yang berpuasa, ia akan mengambil manfaat dari bergaul
dengannya, aman dari kepalsuan, dusta, kejahatan dan kezhaliman.
Dalam hadits
riwayat Imam Ahmad disebutkan :
"Dan
sesungguhnya ban (mulut) orang puasa itu lebih harum di sisi AIlah daripada
aroma minyak kesturi. "(HR. At-Tirmidzi dan ia berkata, hadits hasan
shahih gharib).
Inilah puasa
yang disyari'atkan. Tidak sekedar nahan diri dari makan dan minum. Dalam sebuah
menahan diri dari makan dan minum".
Dalam hadits
shahih disebutkan :
"Barangsiapa
tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta kedunguan maka Allah
tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum .(HR. Al-Bukhari, Ahmad dan
lainnya)
Dalam hadits
lain dikatakan :
Betapa
banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga. " (HR.
Ahmad, hadits hasan shahih) (Dan ia menshahihkan hadits ini.)
Dalam bulan
Ramadhan banyak sekali sebab-sebab turunnya ampunan. Di antara sebab-sebab itu
adalah :
- Melakukan puasa di bulan ini. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu.
"(Hadits Muttafaq 'Alaih)
- Melakukan shalat tarawih dan tahajiud di dalamnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi ruasallam bersabda:
"Barang siapa melakukan shalat malam di bulan
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang
telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
- Melakukan shalat dan ibadah lain di malam Lailatul Qadar.
Yaitu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia
adalah malam yang penuh berkah, yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'anul Karim.
Dan pada malam itu pula dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa melakukan shalat di malam Lailatul
Qadar kavena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang
telah lalu . (Hadits Muttafaq 'Alaih)
- Memberi ifthar (makanan untuk berbuka) kepada orang yang berpuasa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang di dalamnya (bulan Ramadhan)
memberi ifthar kepada orang berpuasa, niscaya hal itu menjadi sebab) ampunan
dari dosa~osanya, dan pembebasan dirinya dari api Neraka. " (HR. Ibnu
Khuzaimah (dan ia menshahihkan hadits ini), Al-Baihaqi dan lainnya).
- Beristighfar : Meminta ampunan serta berdo'a ketika dalam keadaan puasa, berbuka dan ketika makan sahur. Do'a orang puasa adalah mustajab (dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika berbuka Allah memerintahkan agar kita berdo'a dan Dia menjamin mengabulkannya.
Allah berfirman :"Dan Tuhanmu berfirman:
"Berdo'alah kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkannya untukmu .
"(Ghaafir: 60),Dan dalam sebuah hadits disebutkan:
"Ada tiga macam orang yang tidak ditolak do'anya.
Di antaranya disebutkan,"orang yang berpuasa hingga ia berbuka" (HR.
Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Majah). (Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban
dalam kitab Shahih mereka masing-masing, dan At-Tirmidzi mengatakannya hadits
shahih hasan.)
Karena itu,
hendaknya setiap muslim memperbanyak, dzikir, do'a dan istighfar di setiap
waktu, terutama pada bulan Ramadhan, ketika sedang berpuasa, berbuka dan ketika
sahur, di saat turunnya Tuhan di akhir malam. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Tuhan
kami Yang Mahasuci dan Maha tinggi turun pada setiap malam ke langit dunia,
(yaitu) ketika masih berlangsung sepertiga malam yang akhir seraya berfirman
"Barangsiapa berdo'a kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untuknya, barangsiapa
memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya dan barangsiapa memohon ampunan kepada-Ku,
niscaya Aku mengampuninya. " (HR.Muslim).
Di antara
sebab-sebab ampunan yaitu istighfar (permohonan ampun) para malaikat untuk
orang-orang berpuasa, sampai mereka berbuka. Demikian seperti disebutkan dalam
hadits Abu Hurairah di muka, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Jika
sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan demikian banyak, maka orang yang tidak
mendapatkan ampunan di dalamnya adalah orang yang memiliki seburuk-buruk nasib.
Kapan lagi ia mendapatkan ampunan jika ia tidak diampuni pada bulan ini? Kapan
dikabulkannya (permohonan) orang yang ditolak pada saat Lailatul Qadar? Kapan
baiknya orang yang tidak menjadi baik pada bulan Ramadhan ?
Dahulu,
ketika datang bulan Ramadhan, umat Islam senantiasa berdo'a :
"Ya
Allah, bulan Ramadhan telah menaungi kami dan telah hadir maka serahkanlah ia
kepada kami dan serahkanlah kami kepadanya Karuniailah kami kemampuan untuk
berpuasa dan shalat di dalamnya, karuniailah kami di dalamnya kesungguhan,
semangat, kekuatan dan sikap rajin. Lain lindungilah kami didalamnya dari
berbagal fitnah '
Mereka
berdo'.kepada Allah selama enam bulan agar bisa mendapatkan Ramadhan, dan
selama enam bulan (berikutnya) mereka berdo'a agar puasanya diterima. Di
antara, do'a mereka itu adalah :
"Ya
Allah serahkanlah aku kepada Ramadhan, dan serahkan Ramadhan kepadaku, dan
Engkau menerimanya daripadaku dengan rela." (Lihat Lathaa'iful Ma'aarif,
oleh Ibnu Rajab, him. 196-203.)
Ketahuilah
-semoga Allah merahmatimu-, bahwasanya puasa tidak sempurna kecuali dengan
merealisasikan enam perkara:
- Menundukkan pandangan serta menahannya dari pandangan-pandangan liar yang tercela dan dibenci.
- Menjaga lisan dari berbicara tak karuan, menggunjing, mengadu domba dan dusta.
- Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram atau yang tercela.
- Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.
- Hendaknya tidak memperbanyak makan.
- Setelah berbuka, hendaknya hatinya antara takut dan harap. Sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah, ataukah ditolak, sehingga ia termasuk orang-orang yang dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada setiap selesai melakukan ibadah. (Lihat Mau'idzatul Mukminiin min Ihyaa'i Uluumid Diin, hlm. 59-60.)
Ya Allah,
jadikanlah kami dan segenap umat Islam termasuk orang yang puasa pada bulan
ini, yang pahalanya sempurna, yang mendapatkan Lailatul Qadar, dan beruntung
menerima hadiah dari Tuhan; wahai Dzat Yang Hidup Kekal lagi terus menerus
mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad,
keluarga dan segenap sahabatnya.
Dalam
Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata :
"Bila
masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari menggauli istrinya),
menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya . " Demikian menurut
lafazh Al-Bukhari.
Adapun
lafazh Muslim berbunyi :
"Menghidupkan
malam(nya), membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh serta
mengencangkan kainnya.
Dalam
riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha :
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh (hari) akhir
(bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya. "
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengkhususkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan
dengan amalan-amalan yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan yang lain, di
antaranya:
- Menghidupkan malam: Ini mengandung kemungkinan bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya, dan kemungkinan pula beliau menghidupkan sebagian besar daripadanya. Dalam Shahih Muslim dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata:
"Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam shalat malam hingga pagi. "
Diriwayatkan dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far
Muhammad bin Ali :
"Barangsiapa mendapati Ramadhan dalam keadaan
sehat dan sebagai orang muslim, lalu puasa pada siang harinya dan melakukan
shalat pada sebagian malamnya, juga menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan,
lisan dan tangannya, serta menjaga shalatnya secara berjamaah dan bersegera
berangkat untuk shalat Jum'at; sungguh ia telah puasa sebulan (penuh), menerima
pahala yang sempurna, mendapatkan Lailatul Qadar serta beruntung dengan hadiah
dari Tuhan Yang Mahasuci dan Maha tinggi. " Abu Ja 'far berkata: Hadiah
yang tidak serupa dengan hadiah-hadiah para penguasa. (HR. Ibnu Abid-Dunya).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan
keluarganya untuk shalat pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada
malam-malam yang lain tidak.
Dalam hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhu disebutkan:
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasalam melakukan shalat bersama mereka (para sahabat) pada malam dua puluh
tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh tujuh (27) dan disebutkan
bahwasanya beliau mengajak (shalat) keluarga dan isteri-isterinya pada malam
dua puluh tujuh (27) saja. "
Ini menunjukkan bahwa beliau sangat menekankan dalam
membangunkan mereka pada malam-malam yang diharapkan turun Lailatul Qadar di
dalamnya.
At-Thabarani meriwayatkan dari Ali radhiallahu 'anhu :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam membangunkan keluarganya pada sepuluh akhir dari bulan Ramadhan, dan
setiap anak kecil maupun orang tua yang mampu melakukan shalat. "
Dan dalam hadits shahih diriwayatkan :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengetuk (pintu) Fathimah dan Ali radhiallahu 'anhuma pada suatu malam
seraya berkata:
Tidakkah kalian bangun lalu mendirikan shalat ?"
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau juga membangunkan Aisyah radhiallahu 'anha pada
malam hari, bila telah selesai dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat)
witir.
Dan diriwayatkan adanya targhib (dorongan) agar salah
seorang suami-isteri membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta
memercikkan air di wajahnya bila tidak bangun). (Hadits riwayat Abu Daud dan
lainnya, dengan sanad shahih.)
Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan dengan sanad
shahih, bahwasanya Umar radhiallahu 'anhu melakukan shalat malam seperti yang
dikehendaki Allah, sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia
membangunkan keluarganya untuk shalat dan mengatakan kepada mereka:
"Shalat! shalat!" Kemudian membaca ayat ini :
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan
shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. " (Thaha: 132).
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
mengencangkan kainnya. Maksudnya beliau menjauhkan diri dari menggauli
isteri-isterinya. Diriwayatkan bahwasanya beliau tidak kembali ke tempat
tidurnya sehingga bulan Ramadhan berlalu.
Dalam hadits Anas radhiallahu 'anhu disebutkan :
"Dan beliau melipat tempat tidurnya dan menjauhi
isteri-isterinya (tidak menggauli mereka).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf
pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Orang yang beri'tikaf tidak
diperkenankan mendekati (menggauli) isterinya berdasarkan dalil dari nash serta
ijma'. Dan "mengencangkan kain" ditafsirkan dengan bersungguh-sungguh
dalam beribadah.
- Mengakhirkan berbuka hingga waktu sahur.
Diriwayatkan dari Aisyah dan Anas uadhiallahu 'anhuma,
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada malam-malam sepuluh
(akhir bulan Ramadhan) menjadikan makan malam (berbuka)nya pada waktu
sahur.Dalam hadits marfu' dari Abu Sa'id radhiallahu 'anhu, ia berkata :
"Janganlah kalian menyambung (puasa). Jika salah
seorang dari kamu ingin menyambung (puasanya) maka hendaknya ia menyambung
hingga waktu sahur (saja). " Mereka bertanya: "Sesungguhnya engkau
menyambungnya wahai Rasulullah ? "Beliau menjawab: "Sesungguhnya aku
tidak seperti kalian. Sesungguhnya pada malam hari ada yang memberiku makan dan
minum. "(HR. Al-Bukhari)
Ini menunjukkan apa yang dibukakan Allah atas beliau
dalam puasanya dan kesendiriannya dengan Tuhannya, oleh sebab munajat dan
dzikirnya yang lahir dari kelembutan dan kesucian beliau. Karena itulah
sehingga hatinya dipenuhi Al-Ma'ariful Ilahiyah (pengetahuan tentang Tuhan) dan
Al-Minnatur Rabbaniyah (anugerah dari Tuhan) sehingga mengenyangkannya dan tak
lagi memerlukan makan dan minum.
- Mandi antara Maghrib dan Isya'.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu
'anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika
bulan Ramadhan (seperti biasa) tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh
hari terakhir beliau mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli)
isteri-isterinya, serta mandi antara Maghrib dan Isya."
Ibnu Jarir rahimahullah berkata, mereka menyukai mandi
pada setiap malam dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara mereka ada
yang mandi dan menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan
turun Lailatul Qadar.
Karena itu, dianjurkan pada malam-malam yang
diharapkan di dalamnya turun Lailatul Qadar untuk membersihkan diri,
menggunakan wewangian dan berhias dengan mandi (sebelumnya), dan berpakaian
bagus, seperti dianjurkannya hal tersebut pada waktu shalat Jum'at dan
hari-hari raya.
Dan tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa
dibarengi dengan berhias secara batin. Yakni dengan kembali (kepada Allah),
taubat dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Sungguh, berhias secara lahir sama
sekali tidak berguna, jika ternyata batinnya rusak.
Allah tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu, tetapi
Dia melihat kepada hati dan amalmu. Karena itu, barangsiapa menghadap kepada
Allah, hendaknya ia berhias secara lahiriah dengan pakaian, sedang batinnya
dengan taqwa. Allah Ta'ala berfirman :
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. " (Al-A'raaf: 26).
- I'tikaf. Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
senantiasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, sehingga Allah
mewafatkan beliau. "
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan i'tikaf
pada sepuluh hari terakhir yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar untuk
menghentikan berbagai kesibukannya, mengosongkan pikirannya dan untuk
mengasingkan diri demi bermunajat kepada Tuhannya, berdzikir dan berdo'a
kepada-Nya.
Adapun makna dan hakikat i'tikaf adalah:
Memutuskan hubungan dengan segenap makhluk untuk
menyambung penghambaan kepada AI-Khaliq. Mengasingkan diri yang disyari'atkan
kepada umat ini yaitu dengan i'tikaf di dalam masjid-masjid, khususnya pada
bulan Ramadhan, dan lebih khusus lagi pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan. Sebagaimana yang telah dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Orang yang beri'tikaf telah mengikat dirinya untuk
taat kepada Allah, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya, serta memutuskan dirinya
dari segala hal yang menyibukkan diri dari pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan
hatinya kepada Tuhannya, dan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya
kepada-Nya. Ia tidak memiliki keinginanlain kecuali Allah dan ridha-Nya. Sembga
Alllah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kita. (Lihat kitab Larhaa'iful
Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203)
Umrah di
bulan Ramadhan memiliki pahala yang amat besar, bahkan sama dengan pahala haji.
Dalam Shahih nya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Umrah
di bulan Ramadhan menyamai haji, atau beliau bersabda, haji bersamaku. "
Tetapi wajib
diketahui, meskipun umrah di bulan Ramadhan berpahala menyamai haji, tetapi ia
tidak bisa menggugurkan kewajiban haji bagi orang yang wajib melakukannya.
Demikian
pula halnya shalat di Masjidil Haram Makkah dan di Masjid Nabawi Madinah
pahalanya dilipatgandakan, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih :
"Shalat
di masjidku ini lebih baik dari seribu (kali) shalat di masjid-masjid lain,
kecuali Masjidil Haram. "
Dalam
riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya ia lebih utama. " (HR, Al-
Bukhari, Muslim dan lainnya)
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan
tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari
seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan
izin Tuhannya untuk mengatur segala uuusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan
sampai terbit fajar. "(Al-Qadr: 1-5),
Allah
memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, yaitu
malam yang penuh keberkahan. Allah Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya
Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi."(Ad-Dukhaan: 3)
Dan malam
itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta 'ala :
"Bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. "(Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhu berkata :
"Allah
menurunkan Al-Qur'anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfudh
ke Baitul'Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan
secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sesuai
dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun."
Malam itu
dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi
Allah Ta 'ala. Juga, karena pada saat itu ditentukan ajal, rizki, dan lainnya
selama satu tahun, sebagaimana firman Allah :
"Pada
malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. " (Ad-Dukhaan: 4).
Kemudian,
Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk
menurunkan Al-Qur'anul Karim:
"Dan
tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?" ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir,
4/429.)
Selanjutnya
Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar dengan firman-Nya:
"Lailatul
Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan. "
Maksudnya,
beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat, membaca, dzikir dan do'a sama
dengan beribadah selama seribu bulan, pada bulan-bulan yang di dalamnya tidak
ada Lailatul Qadar. Dan seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu Allah
memberitahukan keutamaannya yang lain, juga berkahnya yang melimpah dengan
banyaknya malaikat yang turun di malam itu, termasuk Jibril 'alaihis salam.
Mereka turun dengan membawa semua perkara, kebaikan maupun keburukan yang
merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka turun dengan perintah dari Allah.
Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam tersebut dengan firman-Nya :
"Malam
itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar" (Al-Qadar: 5)
Maksudnya, malam
itu adalah malam keselamatan dan kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada
kejelekan di dalamnya, sampai terbit fajar. Di malam itu, para malaikat
-termasuk malaikat Jibril- mengucapkan salam kepada orang-orang beriman.
Dalam hadits
shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan keutamaan melakukan
qiyamul lail di malam tersebut. Beliau bersabda :
"Barangsiapa
melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharap
pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits
Muttafaq 'Alaih)
Tentang
waktunya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Carilah
Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan. " (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang
dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh satu, dua puluh tiga,
dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua puluh sembilan.
Adapun
qiyamul lail di dalamnya yaitu menghidupkan malam tersebut dengan tahajud,
shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat kepada
Allah Ta 'ala.
Aisyah
radhiallahu 'anha berkata, aku bertanya:
"Wahai
Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui lailatul Qadar, apa yang harus
aku ucapkan di dalamnya?" Beliau menjawab, katakanlah :
"Ya
Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau mencintai Pengampunan maka
ampunilah aku. " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih).
Pelajaran
dari surat Al-Qadr :
Keutamaan
Al-Qur'anul Karim serta ketinggian nilainya, dan bahwa ia diturunkan pada saat
Lailatul Qadar.
Keutamaan
dan keagungan Lailatul Qadar, dan bahwa ia menyamai seribu bulan yang tidak ada
Lailatul Qadar di dalamnya.
Anjuran
untuk mengisi kesempatan-kesempatan baik seperti malam yang mulia ini dengan
berbagai amal shalih.
Jika Anda
telah mengetahui keutamaan-keutamaan malam yang agung ini, dan ia terbatas pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan maka seyogyanya Anda bersemangat dan
bersungguh-sungguh pada setiap malam dari malam-malam tersebut, dengan shalat,
dzikir, do'a, taubat dan istighfar. Mudah-mudahan dengan demikian Anda
mendapatkan Lailatul Qadar, sehingga Anda berbahagia dengan kebahagiaan yang
kekal yang tiada penderitaan lagi setelahnya Di malam-malam tersebut, hendaknya
Anda berdo'a dengan do'a-do'a bagi kebaikan dunia-akhirat, di antaranya :
"Ya
Allah, perbaikilah untukku agamaku yang merupakan penjaga urusanku, dan
perbaikilah untukku duniaku yang di dalamnya adalah kehidupanku, dan
perbaikilah untukku akhiratku yang kepadanya aku kembali, dan jadikanlah
kehidupan (ini) menambah untukku dalam setiap kebaikan, dan kematian
menghentikanku dari setiap kejahatan. Ya Allah bebaskanlah aku dari (siksa) api
Neraka, dan lapangkanlah untukku ritki yang halal, dan palingkanlah daripadaku
kefasikan jin dan manusia, wahai Dzat Yang Hidup dan terus menerus mengurus
(makhluk-Nya)"
"Wahai
Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat
dan jagalah kami dari siksa Neraka. Wahai Dzat Yang Hidup lagi terus menerus
mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan Kemulyaan.
"
"Ya
Allah, sesungguhnya aku memohon hal-hal yang menyebabkan (turunnya) rahmat-Mu,
ketetapan ampunan-Mu, keteguhan dalam kebenaran dan mendapatkan segala
kebaiikan, selamat dari segala dosa, kemenangan dengan (mendapat) Surga serta
selamat dari Neraka. Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurusi
makhluk-Nya, Wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. "
"Ya
Allah, aku memohon kepada-Mu pintu-pintu kebajikan, kesudahan (hidup) dengannya
serta segala yang menghimpunnya, secara lahir-batin, di awal maupun di
akhirnya, secara terang- terangan maupun rahasia. YaAllah, kasihilah keterasinganku
di dunia dan kasihilah kengerianku di dalam kubur serta kasihilah berdiriku di
hadapanmu kelak di akhirat. Wahai Dzat Yang Mahahidup, yang memiliki Keagungan
dan Kemuliaan. "
"Ya
Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, 'afaaf
(pemeliharaan dari segala yang tidak baik) serta kecukupan. "
"Ya
Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, mencintai pengampunan maka ampunilah
aku. "
"Ya
Allah, aku mengharap rahmat-Mu maka janganlah Engkau pikulkan (bebanku) kepada
diriku sendiri meski hanya sekejap mata, dan perbaikilah keadaanku seluruhnya,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. "
"Ya
Allah, jadikanlah kebaikan sebagai akhir dari semua urusan kami, dan
selamatkanlah kami dari kehinaan dunia dan siksa akhirat. "
"Ya
Tuhan kami, terimalah (permohonan) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Hidup, yang memiliki keagungan dan
kemuliaan."
"Semoga
shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para
sahabatnya. "
A. Ayat-ayat tentang taubat :
Allah Ta'ala
berfirman :
"Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. " (Az-Zumar: 53),
"Dan
barangsiapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya sendiri, kemudian ia
memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. "(An-Nisa': 110).
"Dan
Dia-lah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan. "(AsySyuura:
25).
"Orang-orang
yang mengevjakan kejahatan kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman,
sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang "(Al-A'raaf: 153),
"Dan
bertaubatlah Kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung. "(An- Nuur: 31).
"Maka
mengapa mereka tidak bertaubat kepada Al-lah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (A1-Maa'idah: 74).
"Tidakkah
mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan
menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang?" (At- Taubah: 104).
"Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu
dan memasukkan kama ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
(At-Tahriim:8).
"Dan
sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal
shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. (Thaaha: 82).
'Dan (juga)
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?
Dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu
Balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan Surga yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala
orang-orangyang beramal. "(Ali Imraan: 135-136).
Firman Allah
Ta 'ala:'Mereka ingatAllah, maksudnya mereka ingat keagungan Allah, ingat akan
perintah dan larangan-Nya, janji dan ancaman-Nya, pahala dan siksa-Nya sehingga
mereka segera memohon ampun kepada Allah dan mereka mengetahui bahwasanya tidak
ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain daripada Allah.
Dan firman
Allah Ta'ala:"Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu." Yakni
mereka tidak tetap melakukannya padahal mereka mengetahui hal itu dilarang dan
bahwa ampunan Allah bagi orang yang bertaubat daripadanya.
Dalam hadits
disebutkan :
"Tidaklah
(dianggap) melanjutkan (perbuatan keji) orang yang memohon ampun, meskipun
dalam sehari ia ulangi sebanyak 70 kali. " (HR. Abu Ya'la Al-Maushuli, Abu
Daud, At-Tirmidzi dan Al-Bazzaar dalam Musnadnya, Ibnu Katsiir mengatakan, ia
hadits hasan; TafsiY Ibnu Katsir, 1/408).
B.
Hadits-hadits tentang taubat :
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai
sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan memohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari sebanyak 100 kali " (HR. Muslim).
Demikianlah
keadaan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam, padahal beliau telah diampuni
dosa-dosanya, baik yang lain maupun yang akan datang. Tetapi Rasul shallallahu
'alaihi wasallam adalah hamba yang pandai bersyukur, pendidik yang bijaksana, pengasih
dan penyayang. Semoga shalawat dan salam yang sempurna dilimpahkan Allah kepada
beliau.
Abu Musa
radhiallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Sesungguhnya
Allah membentangkan Tangan-Nya pada malam hari agar beutaubat orang yang
berbuat jahat di siang hari dan Dia membentangkan Tangan-Nya pada siang hari
agar bertaubat orang yang berbuat jahat di malam hari, sehingga matahari terbit
dari Barat (Kiamat). "(HR. Muslim)
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasalkam bersabda:
"Barangsiapa
bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, niscaya Allah menerima taubatnya.
" (HR.Muslim)
Sebab jika
matahari telah terbit dari Barat maka pintu taubat serta merta ditutup.
Demikian
pula tidak ada gunanya taubat seseorang ketika dia hendak meninggal dunia.
Allah berfirman :
"Dan
tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengeriakan kejahatan
(yang) hingga apabila datang ajar kepada seseorang di antara mereka, (barulah)
ia mengatakan: 'Sesungguhnya aku bertaubat sekarang .' (An- Nisaa': 18)
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya
Allah menerima taubat seorang hamba, selama (nyawanya) belum sampai di
kerongkongan. " (HR· At-Tirmidzi, dan ia menghasan-kannya).
Karena itu
setiap muslim wajib bertaubat kepada Allah dari segala dosa dan maksiat di
setiap waktu dan kesempatan sebelum ajal mendadak menjemputnya sehingga ia tak
lagi memiliki kesempatan, lalu baru menyesal, meratapi atas kelengahannya. Dan
sungguh, tak seorang pun meninggal kecuali ia menyesal. Jika dia orang baik,
maka ia menyesal mengapa dia tidak memperbanyak kebaikannya, dan jika ia orang
jahat maka ia menyesal mengapa ia tidak bertaubat, memohon ampun dan kembali
kepada Allah.
Dari Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Barangsiapa
senantiasa beristighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya
kelapangan dan untuk setiap kesempitannya jalan keluar, dan akan diberi-Nya
rezki dari arah yang tiada disangka-sangka. " (HR. Abu Daud) (Lihat kitab
Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178 )
Imam
Al-Auza'i ditanya: "Bagaimana cara beristighfar? Beliau menjawab:
"Hendaknya mengatakan : "Astaghfirullah, astaghfirullah. "
Artinya, aku memohon ampunan kepada Allah.
Anas radhiallahu
'anhu meriwayatkan, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
Allah berfirman :
"Allah Ta'ala berfirman:"Wahai anak Adam,
sesungguhnya jika engkau memohon dan mengharap kepadaKu, niscaya Aku ampuni
dosa-dosamu yang lalu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya
dosa-dosamu sampai ke awan langit, kemudian engkau memohon ampun kepadaku,
niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya
jika engkau datang kepadaku dengan dosa-dosa sepenuh bumi dan kamu menemuiKu
dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku datangkan
untukmu ampunan sepenuh bumi (pula). " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits
ini hasan),
Dalam hadits
di atas disebutkan tiga sebab mendapatkan ampunan :
- Berdo'a dengan penuh harap.
- Beristighfar, yaitumemohon ampu"an kepadaAllah.
- Merealisasikan tauhid, dan memurnikannya dari berbagai bentuk syirik, bid'ah dan kemaksiatan. Hadits di atas juga menunjukkan luasnya rahmat Allah, ampunan, kebaikan dan anugerah-Nya yang banyak.
SYARAT-SYARAT
TAUBAT
Taubat dari
segala dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat itu terjadi antara hamba dengan
Allah, tidak berkaitan dengan hak manusia maka ada tiga syarat taubat :
- Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut.
- Menyesali perbuatannya.
- Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya.
Apabila
salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah.
Adapun jika
maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka taubat itu diterima dengan empat
syarat. Yakni ketiga syarat di muka, dan yang keempat hendaknya ia
menyelesaikan hak yang bersangkutan.
- Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya.
- Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya.
- Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus memohon maaf.
Ia wajib
meminta ampun kepada Allah dari segala dosa. Jika ia bertaubat dari sebagian
dosa, maka taubat itu diterima di sisi Allah, dan dosa-dosanya yang lain masih
tetap ada. Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma' yang
menunjukkan wajibnya melakukan taubat. Dalil-dalil yang dimaksud telah kita
uraikan di muka. Allah menyeru kita untuk bertaubat dan ber-istighfar, Ia
menjanjikan untuk mengampuni dan menerima taubat kita, merahmati kita manakala
kita bertaubat kepada-Nya serta mengampuni dosa-dosa kita, dan sungguh Allah
tidak mengingkari janji-Nya.
Ya Allah,
terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.
Semoga
shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan
para sahabatnya. Amin.
Disebutkan
dalam Shahihain sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu
'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
puasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
Dan dalam
Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan disebutkan: "Dan (dosanya) yang
Kemudian. "
"Barangsiapa
mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharap pahala
dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa
mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari
(Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." An-Nasa'i
menambahkan: "Diampuni dosanya, baik yang telah lalu maupun yang datang
belakangan. "
Ibnu Hibban
dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah shallallahu 'alihi
wasallam bersabda :
"Barangsiapa
berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya (ketentuan
-ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka dihapus dosanya
yang telah lalu. "
Ampunan dosa
tergantung pada terjaganya sesuatu yang harus dijaga seperti melaksanakan
kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala yang haram. Mayoritas ulama
berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut hanya berlaku pada dosa-dosa kecil, hal
itu berdasarkan hadits riwayat Muslim, bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi
wasallam bersabda:
"Shalat
lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan
berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut,
selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "
Hadits ini
memiliki dua konotasi :
- Pertama : Bahwasanya penghapusan dosa itu terjadi dengan syarat menghindari dan menjauhi dosa-dosa besar.
- Kedua : Hal itu dimaksudkan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut hanya menghapus dosa-dosa kecil. Sedangkan jumhur ulama berpendapat, bahwa hal itu harus disertai dengan taubat nashuha (taubat yang semurni-murninya).
Hadits Abu
Hurairah di atas menunjukkan bahwa tiga faktor ini yakni puasa, shalat malam di
bulan Ramadhan dan shalat pada malam Lailatul Qadar, masing-masing dapat
menghapus dosa yang telah lampau, dengan syarat meninggalkan segala bentuk dosa
besar.
Dosa besar
adalah sesuatu yang mengandung hukuman tertentu di dunia atau ancaman keras di
akhirat; seperti zina, mencuri, minum arak, melakukan praktek riba, durhaka
terhadap orang tua, memutuskan tali keluarga dan memakan harta anak yatim
secara zhalim dan semena-mena.
Dalam
firman-Nya, Allah Ta 'ala menjamin orang-orang yang menjauhi dosa besar akan
diampuni semua dosa kecil mereka:
"Jika
kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa kecilmu)
dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia (Surga). "(An-Nisaa': 31).
Barangsiapa
melaksanakan puasa dan amal kebajikan lainnya secara sempurna, maka ia termasuk
hamba pilihan. Barangsiapa yang curang dalam pelaksanaannya, maka Neraka Wail
pantas untuknya. Jika Neraka Wail diperuntukkan bagi orang yang mengurangi
takaran di dunia, bagaimana halnya dengan mengurangi takaran agama.
Ketahuilah
bahwa para salafus shalih sangat bersungguh-sungguh dalam mengoptimalkan semua
pekerjaannya, lantas memperhatikan dan mementingkan diterimanya amal tersebut
dan sangat khawatir jika ditolak. Mereka itulah orang-orang yang diganjar
sesuai dengan perbuatan mereka sedangkan hatinya selalu gemetar (karena takut
siksa Tuhannya).
Mereka lebih
mementingkan aspek diterimanya amal daripada bentuk amal itu sendiri, mengenai
hal ini Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya
Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa. "
(Al-Maa'idah:27).
Oleh karena
itu mereka berdo'a (memohon kepada Allah) selama 6 (enam) bulan agar
dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan, kemudian berdo'a lagi selama 6 (enam)
bulan berikutnya agar semua amalnya diterima.
Banyak
sekali sebat-sebab didapatnya ampunan di bulan Ramadhan oleh karena itu
barangsiapa yang tidak mendapatkan ampunan tersebut, maka sangatlah merugi.
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jibril
mendatangiku seraya berkata; 'Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, lantas
tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati, maka ia masuk Neraka serta dijauhkan
Allah (dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata lagi;'Ucapkan amin' maka kuucapkan,
'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)
Ketahuilah
saudaraku, bahwasanya puasa di bulan Ramadhan, melaksanakan shalat di malam
harinya dan pada malam Lailatul Qadar, bersedekah, membaca Al-Qur'an, banyak
berdzikir dan berdo'a serta mohon ampunan dalam bulan mulia ini merupakan sebab
diberikannya ampunan, jika tidak ada sesuatu yang menjadi penghalang, seperti
meninggalkan kewajiban ataupun melanggar sesuatu yang diharamkan. Apabila
seorang muslim melakukan berbagai faktor yang membuatnya mendapat ampunan dan
tiada sesuatu pun yang menjadi penghalang baginya, maka optimislah untuk
mendapatkan ampunan. Allah Ta 'ala berfirman :
" Dan
sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal
shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. " (Thaaha : 82).
Yakni terus
melakukan hal-hal yang menjadi sebab didapatnya ampunan hingga dia mati. Yaitu
keimanan yang benar, amal shalih yang dilakukan semata-mata karena Allah,
sesuai dengan tuntunan As-Sunnah dan senantiasa dalam keadaan demikian hingga
mati. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal)."
(AI-Hijr: 99).
Di sini
Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi amalan seorang mukmin selain kematian.
Jika
keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka itu tergantung kepada puasa
Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya, maka di kala hari raya tiba, Allah
memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan bersyukur atas segala nikmat yang
telah dianugerahkan kepada mereka, seperti kemudahan dalam pelaksanaan ibadah
puasa, shalat di malam larinya, pertolongan-Nya terhadap mereka dalam
nelaksanakan puasa tersebut, ampunan atas segala dosa dan pembebasan dari api
Neraka. Maka sudah selayaknya bagi mereka untuk memperbanyak dzikir, takbir dan
bersyukur kepada Tuhannya serta selalu , bertaqwa kepada-Nya dengan
sebenar-benar ; ketaqwaan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan
hendaklah kama mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur.
"(Al-Baqarah: 185).
Wahai para
pendosa –demikian halnya kita semua, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah, karena perbuatan-perbuatan jelekmu. Alangkah banyak orang sepertimu
yangdibebaskan dari Neraka dalam bulan ini, berprasangka baiklah terhadap
Tuhanmu dan bertaubatlah atas segala dosamu, karena sesungguhnya Allah tidak
akan membinasakan seseorang pun melainkan karena ia membinasakan dirinya
sendiri. Allah Ta 'ala berfirman:
"Katakanlah:
"Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kama berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagri Maha
Penyayang. (Az-Zumar: 53).
Sebaiknya
puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar (permohonan ampun), karena istighfar
merupakan penutup segala amal kebajikan; seperti shalat, haji dan shalat malam.
Demikian pula dengan majlis-majlis, sebaiknya ditutup dengannya. Jika majlis
tersebut merupakan tempat berdzikir maka istighfar adalah pengukuh baginya,
namun jika majlis tersebut tempat permainan maka istighfar berfungsi sebagai
pelebur dan penghapus dosa. (Lihat kitab Lathaaiful-Ma'aarif; oleh Ibnu Rajab,
hlm. 220-228)
Sebagian
orang apabila datang bulan Ramadhan, mereka bertaubat, mendirikan shalat dan
melaksanakan badah puasa. Namun jika Ramadhan lewat mereka kembali meninggalkan
shalat dan melakukan perbuatan maksiat. Mereka inilah seburuk-buruk manusia,
karena mereka tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Tidakkah
mereka tahu bahwa pemilik bulan-bulan itu adalah Satu, berbagai bentuk
kemaksiatan adalah haram di setiap waktu dan Allah Maha Mengetahui setiap
gerak-gerik mereka di mana saja dan kapan saja. Maka sebaiknya mereka
cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni dengan meninggalkan berbagai bentuk
kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa
mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan diampuni segala dosanya. Allah
Ta'ala berfirman :
"Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orangyang beriman supaya
kamu beruntung. (An-Nuur: 31).
Dan dalam
ayat yang lain Allah Ta 'ala berfirman :
" Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu
dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai
" (At-Tahrim:8).
Barangsiapa
mohon ampunan kepada Allah dengan lisannya, namun hatinya tetap terpaut dengan
kemaksiatan dan bertekad untuk kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia
benar-benar melaksanakan niatnya tersebut, maka puasanya tertolak dan tidak
diterima.
Aku mohon
ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, Dzat yang tiada Tuhan yang haq
kecuali Dia, Yang Maha hidup dan Berdiri Sendiri. Tuhanku, ampunilah dosaku dan
terimalah taubatku karena sesungguhnya hanya Engkaulah Yang Maha Menerima
taubat dan Maha Penyayang. Ya Allah aku telah berbuat banyak kezhaliman
terhadap diriku sendiri dan tiada yang dapat mengampuni dosa melainkan Engkau,
maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya
Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam selalu
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabat beliau.
1. Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang
membuat berbagai variasi pada menu makanan dan minuman mereka. Walaupun hal itu
diperbolehkan, tetapi tidak dibenarkan israf (erlebih-lebihan) dan melampaui
batas. Justeru seharusnya adalah menyederhanakan makanan dan minuman. Allah Ta
'ala berfirman :
"Makan dan minumlah dan janganlah kalian berbuat
israf (berlebih-lebihan), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat israf. " (Al-A'raaf: 31),
Ayat ini termasuk pangkal ilmu kedokteran. Sebagian
salaf berkomentar: "Allah mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran hanya
dalam setengah ayat," lantas membacakan ayat ini. (Lihat Tafsir Ibnu
Katsir 2/210.)
Ayat ini menganjurkan makan dan minum yang merupakan
penopang utama bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian melarang
berlebih-lebihan dalam hal tersebut karena dapat membahayakan tubuh. Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan
bersedekahlah tanpa disertai dengan berlebih-lebihan dan kesombongan. "
(HR. Abu Daud dan Ahmad, Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi wasallam bersabda lagi :
'Tiada tempat yang lebih buruk, yang dipenuhi anak
Adam daripada perutnya, cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat menopang
tulang punggungnya (penyambung hidupnya) jika hal itu tidak bisa dihindari maka
masing-masing sepertiga bagian untuk makanannya, minumnya dan nafasnya. "
(HR. Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau berkomentar: Hadits
ini Hasan, dan hadits ini merupakan dasar utama bagi semua dasar ilmu
kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 452.)
Malik bin Dinar radhiallahu'anhu berkata: "Tidak
pantas bagi seorang mukmin menjadikan perutnya sebagai tujuan utama, dan nafsu
syahwat mengendalikan dirinya."
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: "Jika
Anda menghendaki badan sehat dan tidur sedikit, maka makanlah sedikit
saja."
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh, di antara yang paling aku khawatirkan
menimpa kamu sekalian adalah nafsu yang menyesatkan dalam perut dan kemaluanmu
serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa nafsu. " (HR.Ahmad).
Ketahuilah, bahwa dampak teringan akibat
berlebih-lebihan dalam makan dan minum adalah banyak tidur dan malas
melaksanakan shalat tarawih serta membaca Al-Qur'an, baik di waktu malam atau
di siang hari. Barangsiapa yang banyak makan dan minumnya, maka akan banyak
tidurnya sehingga tidak sedikit kerugian yang menimpanya.
Karena ia telah menyia-nyiakan detik-detik Ramadhan
yang mulia dan sangat berharga yang tidak dapat digantikan dengan waktu lain
serta tidak ada yang menyamainya. Ketahuilah bahwa waktumu terbatas dan detak
nafasmu terkalkulasi rapi, sedangkan dirimu nanti akan dimintai pertanggungjawaban
atas waktumu, dan kamu akan diganjar atas perbuatan yang kamu lakukan di
dalamnya. Maka janganlah sekali-kali kamu menyia-nyiakannya tanpa amal
perbuatan dan jangan kamu biarkan umurmu pergi percuma, terutama pada bulan dan
musim yang mulia dan agung ini.
2. Jika diperhatikan, banyak manusia yang menghabiskan
siang hari di bulan Ramadhan hanya untuk tidur mendengkur, sementara malamnya
mereka habiskan untuk mengobrol dan bermain-main, sehingga mereka tidak
merasakan puasa sedikit pun bahkan tidak sedikit yang meninggalkan shalat
berjamaah -semoga Allah menunjukinya. Hal ini mengandung bahaya dan kerugian
yang sangat besar bagi mereka, karena Ramadhan adalah musim segala ibadah
seperti melaksanakan shalat, puasa, membaca Al-Qur'an, dzikir, berdo'a dan
mohon ampunan.
Ramadhan merupakan bilangan hari, yang berlalu dengan
cepat dan menjadi saksi ketaatan bagi orang-orang yang taat, sekaligus sebagai
saksi bagi para tukang maksiat atas semua perbuatan maksiatnya.
Seyogyanya setiap muslim selalu memanfaatkan waktunya
dalam hal-hal yang berguna, janganlah memperbanyak makan di malam hari dan
tidur di slang hari, jangan pula menyia-nyiakan sedikit pun waktunya tanpa
berbuat amal shalih atau mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri rahimahullah,
bahwasanya ia berkata: "Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan bulan
Ramadhan sebagai saat untuk berlomba-lomba dalam amal kebajikan dan bersaing
dalam melakukan amal shalih. Maka satu kaum mendahului lainnya dan mereka
menang, sedangkan yang lain terlambat dan mereka pun kecewa."
Ketahuilah bahwa siang dan malam hari itu merupakan
gudang bagi manusia yang sarat dengan simpanan amal baik atau buruknya. Kelak
pada hari Kiamat akan dibuka gudang ini untuk (diperlihatkan dan diserahkan
kepada) pemiliknya. Orang-orang yang bertakwa akan mendapati simpanan mereka
berupa penghargaan dan kemuliaan, sedangkan orang-orang pendosa yang
menyia-nyiakan waktunya akan mendapatkan kerugian dan penyesalan.
3. Sebagian orang malah begadang sepanjang malam, yang
hal tersebut hanya membawa dampak negatif, baik berupa obrolan kosong,
permainan yang tidak ada manfaatnya ataupun keluyuran di jalanan.
Mereka makan sahur di pertengahan malam dan tertidur
sehingga tidak melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Dalam hal inl banyak
hal-hal yang dilarang, di antaranya adalah:
- Begadang tanpa manfaat, padahal Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat membenci tidur sebelum shalat Isya' dan berbicara sesudahnya, kecuali dalam hal-hal yang baik, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Mas'ud :
"Tidak diperkenankan bercakap-cakap di malam hari
kecuali bagi orang yang sedang mengerjakan shalat atau sedang bepergian. "
(HR. Ahmad, As-Suyuti menandainya sebagai hadits hasan).
- Tersia-siakannya waktu yang amat mahal di bulan Ramadhan dengan percuma, padahal manusia akan merugi sekali dari setiap waktunya yang berlalu tanpa diisi dengan dzikir sedikit pun kepada Allah.
- Mendahulukan sahur sebelum saat yang dianjurkan dan disunnahkan yakni di akhir malam sebelum fajar.
- Dan musibah terbesar adalah ia tertidur hingga meninggalkan shalat Shubuh tepat pada waktunya dengan berjamaah, padahal pahalanya sebanding dengan melaksanakan shalat separuh malam bahkan semalam suntuk, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Utsman radhiallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa mendirikan shalat Isya' dengan
berjamaah; maka ia bagaikan melaksanakan shalat separuh malam; dan barangsiapa
shalat shubuh berjamaah maka ia bagaikan shalat semalam suntuk. " (HR.
Muslim).
Oleh karena itu, mereka yang selalu mengakhirkan
shalat dan bermalas-malasan dalam melaksanakannya serta menghalangi dirinya
sendiri dari keutamaan dan pahala shalat berjamaah yang agung berarti memiliki
sifat-sifat orang munafik.
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu
Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka; Dan apabila mereka mendirikan
shalat mereka mendirikannya dengan malas." ( An-Nisaa': 142).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya shalat yang terberat bagi
orang-orang munafik adalah shalat Isya' dan Shubuh, jika mereka mengetahui
pahalanya, niscaya mereka mendatanginya kendatipun dengan merangkak." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
Maka sudah selayaknya -terutama di bulan Ramadhan-
setiap muslim segera tidur setelah melaksanakan shalat tarawih, dan secepatnya
bangun di akhir malam, kemudian shalat malam dan menyibukkan diri dengan
dzikir, do'a, istighfar dan taubat sebelum dan seusai sahur hingga shalat
fajar.
Tetapi lebih utama lagi jika ia habiskan malam harinya
dengan membaca dan mempelajari Al-Qur'an, sebagaimana yang telah dilakukan Nabi
shallallahu a'alaihi wasallam bersama Jibril 'alaihis salam.
Allah Ta'ala memuji dan menyanjung orang-orang yang
memohon ampunan di akhir malam, sebagaimana dalam firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali ridur di malam hari, dan
di akhir-akhir malam mereka memohon ampunan kepada Allah). "
(Adz-Dzaariyaat:17-l8).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah Ta'ala turun ke langit dunia setiap malam
sewaktu malam tinggal sepertiga bagian akhir, lantas berfirman, 'Barangsiapa
berdo'a akan Aku kabulkan. Barangsiapa yang memohon pasti Aku perkenankan.
Barangsiapa minta ampun niscaya Aku mengampuninya, hingga terbit fajar. "
(HR. Muslim)
Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim yang selalu
berharap rahmat Tuhannya dan takut terhadap siksaNya- memanfaatkan kesempatan
penting ini, dengan berdo'a dan mohon ampun kepada Allah untuk dirinya, kedua
orang tuanya, anak-anaknya, segenap kaum muslimin dan para penguasanya. Memohon
ampun dan bertaubat kepada Allah di setiap malam bulan Ramadhan dan di setiap
saat dari umurnya yang terbatas sebelum maut menjemput, amal perbuatan terputus
dan penyesalan berkepanjangan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kalian semua orang-orang yang
beuiman supaya kalian beruntung." (An-Nuur: 31),
Ya Allah terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau
Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan ke
haribaan Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
A. FATWA
RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM SEKITAR PUASA:
Seorang
sahabat bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, Saya lupa sehingga
makan dan minum, padahal saya sedang berpuasa." Beliau menjawab :
"Allah
telah memberimu makan dan minum" (HR. Abu Daud). Dan dalam riwayat
Ad-Daruquthni dengan sanad shahih disebutkan
"Sempurnakan
puasamu dan kamu tidak wajib mengqadhanya, sesungguhnya Allah telah memberimu
makan dan minum" peristiwa itu terjadi pada hari pertama di bulan
Ramadhan.
Pernah juga
beliau ditanya tentang benang putih dan hitam, jawab beliau :
"Yaitu
terangnya siang dan gelapnya malam." (HR. An-Nasa 'i).
"Seorang
sahabat bertanya: "Saya mendapati shalat shubuh dalam keadaan junub, lain
saya berpuasa -bagaimana hukumnya-? Jawab beliau :
"Aku
juga pernah mendapati Shubuh dalam keadaan junub, lantas aku berpuasa. "Ia
berkata: "Engkau tidak seperti kami wahai Rasulullah, karena Allah telah
mengampuni semua dosamu baik yang lalu ataupun yang belakangan. Nabi
shallallahu halaihi wasallam menjawab : "Demi Allah, sungguh aku berharap
agar aku menjadi orang yang paling takut kepada Allah dan paling tahu akan
sesuatu yang bisa dijadikan alat bertakwa. "(HR. Muslim).
Beliau
pernah ditanya tentang puasa di perjalanan, maka beliau menjawab :
"Terserah
Kamu, boleh berpuasa boleh pula berbuka "(HR. Muslim).
Hamzah bin
'Amr pernah bertanya: "Wahai Rasulullah, saya mampu berpuasa dalam
perjalanan, apakah saya berdosa?" Beliau menjawab :
"Ia
adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, barangsiapa mengambilnya baik baginya
dan barangsiapa lebih suka berpuasa maka ia tidak berdosa. " (HR. Muslim).
Sewaktu
ditanya tentang meng-qadha' puasa dengan tidak berturut-turut, beliau menjawab
:
"Hal
itu kembali kepada dirimu (tergantung kemampuanmu), bagaimana pendapatmu jika
salah seorang di antara kamu mempunyai tanggungan hutang lalu mencicilnya
dengan satu dirham dua dirham, tidakkah itu merupakan bentuk pelunasan? Allah
Maha Pemaaf dan Pengampun. " (HR. Ad-DaYuquthni, isnadnya hasan).
Ketika
ditanya oleh seorang wanita: "Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal
sedangkan ia berhutang puasa nadzar, bolehkah saya berpuasa untuknya? Beliau
menjawab :
"Bagaimana
pendapatmu jika ibumu memiliki tanggungan hutang lantas kamu lunasi, bukankah
itu membuat lunas hutangnya? la berkata, 'Benar'. Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, 'Puasalah untuk ibumu.' Hadits Muttafaq 'Alaih) (Lihat
I'laarnul Muwaqqii'in 'An Rabbil 'Aalamiin, oleh Ibnul Qayyim, 4/266-267)
B. SEBAGIAN
FATWA IBNU TAIMIYAH
Beliau
ditanya tentang hukum berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung (istinsyaq),
bersiwak, mencicipi makanan, muntah, keluar darah meminyaki rambut dan memakai
celak bagi seseorang yang sedang berpuasa;
Jawaban
beliau : "Adapun berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung adalah
disyari'atkan, hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama. Nabi shallallahu
'alaihi wasallam dan para sahabatnya juga melakukan hal itu, tetapi beliau
berkata kepada Al-Laqiit bin Shabirah :
"Berlebih-lebihanlah
kamu dalam menghirup air ke hidung kecuali jika kamu sedang berpuasa. "
(HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Maajah serta dishahihkan oleh
Ibnu Khuzaimah).
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam tidak melarang istinsyaq bagi orang yang berpuasa,
tetapi hanya melarang berlebih-lebihan dalam pelaksanaannya saja.
Sedangkan
bersiwak adalah boleh, tetapi setelah zawal (matahari condong ke barat) kadar
makruhnya diperselisihkan, ada dua pendapat dalam masalah ini dan keduanya
diriwayatkan dari Imam Ahmad, namun belum ada dalil syar'i yang menunjukkan
makruhnya, yang dapat menggugurkan keumuman dalil bolehnya bersiwak.
Mencicipi
makanan hukumnya makruh jika tanpa keperluan yang memaksa, tapi tidak
membatalkan puasa. Adapun jika memang sangat perlu, maka hal itu bagaikan
berkumur, dan boleh hukumnya.
Adapun
mengenai hukum muntah-muntah, jika memang disengaja dan dibikin-bikin maka
batal puasanya, tetapi jika datang dengan sendirinya tidak membatalkan.
Sedangkan memakai minyak rambut jelas tidak membatalkan puasa.
Mengenai
hukum keluar darah yang tak dapat dihindari seperti darah istihadhah,
luka-luka, mimisan (keluar darah dari hidung) dan lain sebagainya adalah tidak
membatalkan puasa, tetapi keluarnya darah haid dan nifas membatalkan puasa
sesuai dengan kesepakatan para ulama.
Adapun
mengenakan celak (sipat mata) yang tembus sampai ke otak, maka Imam Ahmad dan
Malik berpendapat: Hal itu membatalkan puasa, tetapi Imam Abu Hanifah dan
Syafi'i berpendapat: hal itu tidak membatalkan. (Lihat Majmu' Fataawaa, oleh
Ibnu Taimiyah, 25/266-267. Wallahu A 'lam.
Ibnu
Taimiyah menambahkan dalam "Al-Ikhtiyaaraat": "Puasa seseorang
tidak batal sebab mengenakan celak, injeksi (suntik), zat cair yang diteteskan
di saluran air kencing, mengobati luka-luka yang tembus sampai ke otak dan luka
tikaman yang tembus ke dalam rongga tubuh. Ini adalah pendapat sebagian ulama.
(Lihat Al Ikhtiyaraatul Fiqhiyah, hlm. 108) Wallahu A 'lam ':
C. SEBAGIAN
FATWA SYAIKH ABDURRAHIMAN NASIR ASSA'DI
Beliau
ditanya tentang orang yang meninggal sebelum melunasi puasa wajibnya, bagaimana
hukumnya?
Jawaban
beliau: "Jika ia meninggal sebelum membayar puasa wajibnya, seperti orang
yang meninggal dalam keadaan berhutang puasa Ramadhan, kemudian diberikan
kepadanya kesehatan, namun dia belum sempat menunaikannya, maka waijb baginya
memberi makan kepada satu orang miskin setiap hari sesuai dengan jumlah puasa
yang ia tinggalkan. Menurut Ibnu Taimiyah, jika puasanya diwakili maka sah
hukumnya, hal ini kuat sumber hukumnya.
Kondisi
kedua: Ia meninggal sebelum dapat nenunaikan tanggungan hutangnya seperti sakit
di bulan Ramadhan dan mati di pertengahannya, sedangkan ia tidak berpuasa
karena sakit tersebut atau bahkan sakitnya berlangsung terus hingga ajalnya
tiba. Hal ini tidak menjadikannya wajib membayar kaffarah meskipun kematiannya
setelah rentang waktu yang cukup lama, karena ia tidak gegabah dan
melalaikannya, demikian pula ia tidak meninggalkannya kecuali adanya udzur
syar'i. (Lihat Al Irsyaadu Ilaa Ma'rifatil Ahkaam, hlm. 85-86.)
Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
meninggal dunia sedangkan in punya ranggungan puasa, maka walinya boleh
berpuasa menggantikannya. "(Muttafaq 'Alaih).
Hadits ini
menunjukkan anjuran berpuasa kepada orang yang masih hidup untuk si mayit, dan
bahwasanya jika seseorang meninggal dalam keadaan memiliki hutang puasa, maka
boleh digantikan oleh walinya."
Imam Nawawi
berkomentar: "Para ulama berbeda pendapat tentang mayit yang memiliki
tanggungan puasa wajib; seperti puasa Ramadhan, qadha' dan nadzar ataupun yang
lain. Apakah wajib diqadha untuknya?
Dalam
masalah ini Imam Syafi'i memiliki dua pendapat, yang terpopuler adalah, Tidak
wajib diganti puasanya, sebab puasa pengganti untuk si mayit pada asalnya tidak
sah. Adapun pendapat kedua, 'Disunnahkan bagi walinya untuk berpuasa sebagai
pengganti bagi si mayit, hingga si mayit terbebas dari tanggungannya dan tidak
usah membayar kaffarah (memberi makan orang miskin sesuai dengan bilangan puasa
yang ditinggalkannya). Pendapat inilah yang benar dan terbaik menurut keyakinan
kami. Dan pendapat inipun dibenarkan oleh para penelaah madzhab kami -yang
menghimpun dan menyatukan disiplin ilmu fiqh dan hadits- berdasarkan
hadits-hadits shahih diatas. (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 158.) Wallahu A
'lam. "
D. BEBERAPA
FATWA ULAMA NEJED (ARAB SAUDI)
Syaikh
Abdullah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai mulai kapan seorang anak yang
menginjak dewasa diperintah melakukan ibadah puasa?
Beliau
menjawab: "Anak yang belum dewasa jika ia mampu berpuasa maka pantas
diperintah melaksanakannya, dan bila meninggalkannya diberi hukuman.
Syaikh Hamd
bin Atiq ditanya tentang seorang wanita yang mendapati darah sebelum terbenam
matahari, apakah puasanya dinyatakan sah?
Beliau menj
awab : "Puasanya tidak sempurna pada hari itu."
Syaikh Abdulah
bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai orang yang makan (berbuka) di bulan
Ramadhan, bagaimana hukumnya?
Beliau
menjawab : "Orang yang makan di siang hari bulan Ramadhan atau minum harus
diberi pelajaran (dengan hukuman) supaya jera."
Syaikh
Abdullah Ababathin ditanya tentang orang yang berpuasa mendapatkan aroma
sesuatu, bagaimana hukumnya?
Beliau
menjawab : "Semua aroma yang tercium oleh orang yang sedang menunaikan
ibadah puasa tidak membatalkan puasanya kecuali bau rokok, jika ia menciumnya
dengan sengaja maka batallah puasanya.
Tetapi jika
asap rokok masuk ke hidungnya tanpa disengaja tidak membatalkan, sebab amat
sulit untuk menghindarinya. Wallahu A'lam"
Semoga
sbalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam, segenap keluarga dan sababatnya, amin.
Diantara
dalil yang menganjurkan untuk menunaikan zakat fitrah adalah :
1. Firman
Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang
membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia
shalat" (Al-A'la: 14-15)
2. Hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata :
" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah
mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan
perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan
agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat
'Id (hari Raya) " (Muttafaq 'Alaih)
Setiap
muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam
tanggungannya sebanyak satu sha' (+- 3 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum
di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih memiliki sisa makanan
untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam.
Zakat
tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu
pengeluarannya yang paling utama adalah sebelum shalat 'Id, boleh juga sehari
atau dua lari sebelumnya, dan tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah
setelah hari Raya. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu :
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fihrah sebagai penyuci
orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian
makan kepada fakir miskin.
"Barangsiapa
yang mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka zakatnya diterima, dan barang
siapa yang membayarkannya setelah shalat 'Id maka ia adalah sedekah biasa.
"(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
(Dan
diriwayatkan pula Al Hakim, beliau berkata : shahih menurut kriteria Imam
Al-Bukhari.)
Zakat fitrah
tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya(*),(*)''' Berdasarkan hadits Abu
Said Al Khudhri yang menyatakan bahwa zakat fithrah adalah dari limajenis
makanan pokok (Muttafaq 'Alaih). Dan inilah pendapat jumhur ulama. Selanjutnya
sebagian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud adalah makanan pokok
masing-masing negeri. Pendapat yang melarang mengeluarkan zakat fithrah dengan
uang ini dikuatkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam juga
terdapat nilai tukar (uang), dan seandainya dibolehkan tentu beliau
memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan tersebut, tetapi beliau
tidak melakukannya. Adapun yang membolehkan zakat fithrah dengan nilai tukar
adalah Madzhab Hanafi.
Karena hal
itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan
diperbolehkan bagi jamaah (sekelompok manusia) memberikan jatah seseorang,
demikian pula seseorang boleh memberikan jatah orang banyak.
Zakat fitrah
tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada fakir miskin atau wakilnya. Zakat
ini wajib dibayarkan ketika terbenamnya matahari pada malam 'Id. Barangsiapa
meninggal atau mendapat kesulitan (tidak memiliki sisa makanan bagi diri dan
keluarganya, pen.) sebelum terbenamnya matahari, maka dia tidak wajib membayar
zakat fitrah. Tetapi jika ia mengalaminya seusai terbenam matahari, maka ia
wajib membayarkannya (sebab ia belum terlepas dari tanggungan membayar fitrah).
Di antara
hikmah disyari'atkannya zakat fitrah adalah :
a. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah
memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-l\lya.
b. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan
kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi
penuh untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan segala
anugerah nikmat-Nya.
c. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur
orang yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al Irsyaad
Ila Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa'di, hlm. 37. )
d. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang
terkandung dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma di atas, yaitu puasa
merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk,
demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
Ya Allah
terimalah shalat· kami, zakat dan puasa kami serta segala bentuk ibadah kami
sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
Shalawat dan
salam semoga dilimpahkan selalu kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan
sahabatnya. Amin.
Hari raya
adalah saat berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum
mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil
menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya dengan kepercayaan
terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan anugerah dan ampunan-Nya.
Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah:
"Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira.
Karunia
Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
" (Yunus: 58).
Sebagian
orang bijak berujar: "Tiada seorang pun yang bergembira dengan selain
Allah kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah, sebab orang yang lalai selalu
bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang yang berakal
merasa Senang dengan Tuhannya."
Ketika Nabi
shallallahu alaihi wasallam tiba di Madinah, kaum Anshar memiliki dua hari
istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Allah
telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) 'Idul
fitri dan 'Idul Adha (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i dengan sanad hasan).
Hadits ini
menunjukkan bahwa menampakkan rasa suka cita di hari Raya adalah sunnah dan
disyari'atkan. Maka diperkenankan memperluas hari Raya tersebut secara
menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan
yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi tidak
menjadikannya lupa untuk ta'at kepada Allah.
Adapun yang
dilakukan kebanyakan orang di saat hari Raya dengan berduyun-duyun pergi
memenuhi berbagai tempat hiburan dan permainan adalah tidak dibenarkan, karena
hal itu tidak sesuai dengan yang disyari'atkan bagi mereka seperti melakukan
dzikir kepada Allah. Hari Raya tidak identik dengan hiburan, permainan dan
penghambur-hamburan (harta), tetapi hari Raya adalah untuk berdzikir kepada
Allah dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat
ini dua buah hari Raya yang sarat dengan hiburan dan permainan dengan dua buah
Hari Raya yang penuh dzikir, syukur dan ampunan.
Di dunia ini
kaum mukminin mempunyai tiga hari Raya: hari Raya yang selalu datang setiap
minggu dan dua hari Raya yang masing-masing datang sekali dalam setiap tahun.
Adapun hari
Raya yang selalu datang tiap minggu adalah hari Jum'at, ia merupakan hari Raya
mingguan, terselenggara sebagai pelengkap (penyempurna) bagi shalat wajib lima
kali yang merupakan rukun utama agama islam setelah dua kalimat syahadat.
Sedangkan
dua hari Raya yang tidak berulang dalam waktu setahun kecuali sekali adalah:
1. 'Idul Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya ini
terselenggara sebagai pelengkap puasa Ramadhan yang merupakan rukun dan asas
Islam keempat. Apabila kaum muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka
berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api Neraka, sebab puasa
Ramadhan mendatangkan ampunan atas dosa yang lain dan pada akhirnya terbebas
dari Neraka.
Sebagian manusia dibebaskan dari Neraka padahal dengan
berbagai dosanya ia semestinya masuk Neraka, maka Allah mensyari'atkan bagi
mereka hari Raya setelah menyempurnakan puasanya, untuk bersyukur kepada Allah,
berdzikir dan bertakbir atas petunjuk dan syari'at-Nya berupa shalat dan
sedekah pada hari Raya tersebut.
Hari Raya ini merupakan hari pembagian hadiah, orang-orang
yang berpuasa diberi ganjaran
puasanya, dan setelah hari Raya tersebut mereka
mendapatkan ampunan.
2. 'Idul Adha Oiari Raya Kurban), ia lebih agung dan
utama daripada 'Idul Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurna
ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima, bila kaum muslimin merampungkan
ibadah hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari Raya kaum muslimin di dunia,
semuanya dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha Menguasai dan
Yang Maha Pemberi, di saat mereka berhasil memperoleh apa yang dijanjikan-Nya
berupa ganjaran dan pahala. (Lihat Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm.
255-258)
Pada saat
hari Raya 'Idul Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan pakaian
terbaiknya dan makan kurma -dengan bilangan ganjil tiga, lima atau tujuh-
sebelum pergi melaksanakan shalat 'Id. Tetapi pada 'Idul Adha beliau tidak
makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru memakan sebagian
daging binatang sembelihannya.
Beliau
mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk
membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha
supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya.
Mengenai hal
tersebut, Allah Ta 'ala berfirman :
"Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah " (Al Kautsar: 2).
Ibnu Umar
sungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak
keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah terbit matahari, dan dari rumah sampai
ke tempat shalat beliau senantiasa bertakbir.
Nabi
shallallahu blaihi wasallam melaksanakan shalat' Id terlebihdahulu baru
berkhutbah, dan beliau shalat duaraka'at· Pada rakaat pertama beliau bertakbir
7 kali berturut-turut dengan Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara
tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu.
Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, ia berkata:
"Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta 'ala serta membaca shalawat.
Dan
diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah
dan "Qaf" pada raka'at pertama serta surat "Al-Qamar" di
raka'at kedua.
Kadang-kadang
beliau membaca surat "Al-A'la" pada raka'at pertama dan
"Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu
ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain membaca Al-Fatihah dan
surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap
duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi
wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau
selalu melalui jalan yang berbeda ketika yang terkenal sangat
bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu berangkat dan pulang (dari shalat)
'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan
hamdalah, dan bersabda :
"Setiap
perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah).
" (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Bahwasanya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa
disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya. " (HR. Al
Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini
menunjukkan bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at, demikian pula
mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau
sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan segenap
sahabatnya.
Abu Ayyub
Al-Anshari radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Barangsiapa
berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di
bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun . (HR.
Muslim).
Imam Ahmad
dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam
bersabda:
"Puasa
Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa
enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka
itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu
Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
Dari Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
berpuasa Ramadham lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia
bagaikan telah berpuasa selama setahun. " (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri
berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala puasa
Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal menyamai
pahala puasa satu tahun penuh, karena setiap hasanah (tebaikan) diganjar
sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di
muka.
Membiasakan
puasa setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, di antaranya :
1. Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan,
merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2. Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah
rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat
nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan
perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan
kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal itu
membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
3. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan
diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seorang
hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya.
Sebagian orang bijak mengatakan: "Pahala'amal kebaikan adalah kebaikan
yang ada sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan
kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas
terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan
suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda
tertolaknya amal yang pertama.
4. Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di muka-
dapat mendatangkan maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa
Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan
hari pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bentuk
rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari
pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur
seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya
adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya
dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang membalas
kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa untuk
kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan
orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan
yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai
kembali "(An-Nahl: 92)
5. Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal
adalah amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada
Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini,
selama ia masih hidup.
Orang yang
setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari
pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fi sabilillah lantas
kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya
Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa
merasa demikian maka sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan puasa,
padahal orang yang bersegera kembali melaksanakan puasa setelah 'Idul Fitri
merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosam dan
berat apalagi benci.
Seorang
Ulama salaf ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada
bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh
lagi, beliau berkomentar:
"Seburuk-buruk
kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di bulan Ramadhan
saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah dengan sungguh-sunggguh di
sepanjang tahun."
Oleh karena
itu sebaiknya orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan memulai membayarnya di
bulan Syawal, karena hal itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari
tanggungan hutangnya. Kemudian dilanjutkan dengan enam hari puasa Syawal,
dengan demikian ia telah melakukan puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam
hari di bulan Syawal.
Ketahuilah,
amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya.
Allah Ta'ala berfirman :
"Dan sembahlah
Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) " (Al-Hijr: 99)
Dan perlu
diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa sunnah serta sedekah yang
dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala pada
bulan Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang tahun, karena hal itu mengandung
berbagai macam manfaat, di antaranya; ia sebagai pelengkap dari kekurangan yang
terdapat pada fardhu, merupakan salah satu faktor yang mendatangkan mahabbah
(kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebab terkabulnya doa, demikian pula
sebagai sebab dihapusnya dosa dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan
ditinggikannya kedudukan.
Hanya kepada
Allah tempat memohon pertolongan, shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu
ke haribaan Nabi, segenap keluarga dan sahabatnya.
Sebagai
muslim yang sejati, kedatangan dan kehadiran Ramadhan yang mulia pada tahun ini
merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita. Betapa tidak, dengan menunaikan
ibadah Ramadhan, amat banyak keuntungan yang akan kita peroleh, baik dalam
kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.
Disinilah
letak pentingnya bagi kita untuk membuka tabir rahasia puasa sebagai salah satu
bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr. Yusuf
Qardhawi dalam kitabnya Al Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima rahasia
puasa yang bisa kita buka untuk selanjutnya bisa kita rasakan kenikmatannya
dalam ibadah Ramadhan.
a.Menguatkan
Jiwa.
Dalam hidup hidup, tak sedikit kita dapati manusia
yang didominasi oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti apapun yang
menjadi keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan
mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada perintah
untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya,
bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap
sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami
kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam perang
melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Swt sebagai
Tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan manusia pada
kesesatan. Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya
yang artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya (QS 45:23).
Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil
mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan
demikian, manusia akan memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat
yang suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit
hingga segala do’anya dikabulkan oleh Allah Swt, Rasulullah Saw bersabda yang
artinya:
Ada tiga golongan orang yang tidak ditolak do’a
mereka: orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang
yang dizalimi (HR. Tirmidzi).
b.Mendidik
Kemauan.
Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang
sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu
terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus
mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu
besar.
Karena itu, Rasulullah Saw menyatakan: Puasa itu
setengah dari kesabaran. Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan
rohani seorang muslim semakin prima. Kekuatan rohani yang prima akan membuat
seseorang tidak akan lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau
kenikmatan duniawi yang sangat besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat
seorang muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yang dialami sangat
sulit.
c.Menyehatkan
Badan.
Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang
baik dan benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani.
Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah Saw, tetapi juga sudah
dibuktikan oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita
tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat
tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang
masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi
perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga
untuk air dan sepertiga untuk udara.
d.. Mengenal
Nilai Kenikmatan.
Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak
kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang
tidak pandai mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan
dua, dapat dua tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah
seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi, apa yang
diperolehnya sebenarnya sudah sangat menyenangkan karena begitu banyak orang
yang memperoleh sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa yang
kita peroleh.
Maka dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh
memperhatikan dan merenungi tentang kenikmatan yang sudah diperolehnya, tapi
juga disuruh merasakan langsung betapa besar sebenarnya nikmat yang Allah
berikan kepada kita. Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan
minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan pada saat kita
berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun hanya berupa
sebiji kurma atau seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah puasa guna
mendidik kita untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah berikan agar
kita selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak mengecilkan arti
kenikmatan dari Allah meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil.
Rasa syukur memang akan membuat nikmat itu bertambah
banyak, baik dari segi jumlah atau paling tidak dari segi rasanya, Allah
berfirman yang artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasati Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih (QS 14:7).
e.Mengingat
dan Merasakan Penderitaan Orang Lain.
Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman
kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab
pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan
beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari
sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita
kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini
masih belum teratasi, seperti penderitaan
saudara-saudara kita di Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di
Tanah Air serta yang terjadi di berbagai belahan dunia lainnya seperti di
Chechnya, Kosovo, Irak, Palestina dan sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas
itu, sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar
dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan
umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang
miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan
demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila
harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman yang artinya: Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka
dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 9:103).
SAMBUT
DENGAN GEMBIRA.
Karena
rahasia puasa merupakan sesuatu yang amat penting bagi kita, maka sudah
sepantasnyalah kalau kita harus menyambut kedatangan Ramadhan tahun ini dengan
penuh rasa gembira sehingga kegembiraan kita ini akan membuat kita bisa
melaksanakan ibadah Ramadhan nanti dengan ringan meskipun sebenarnya ibadah
Ramadhan itu berat.
Kegembiraan
kita terhadap datangnya bulan Ramadhan harus kita tunjukkan dengan berupaya
semaksimal mungkin memanfaatkan Ramadhan tahun sebagai momentum untuk
mentarbiyyah (mendidik) diri, keluarga dan masyarakat kearah pengokohan atau
pemantapan taqwa kepada Allah Swt, sesuatu yang memang amat kita perlukan bagi
upaya meraih keberkahan dari Allah Swt bagi bangsa kita yang hingga kini masih
menghadapi berbagai macam persoalan besar. Kita tentu harus prihatin akan
kondisi bangsa kita yang sedang mengalami krisis, krisis yang seharusnya
diatasi dengan memantapkan iman dan taqwa, tapi
malah dengan menggunakan cara sendiri-sendiri yang
akhirnya malah memicu pertentangan dan perpecahan yang justeru menjauhkan kita
dari rahmat dan keberkahan dari Allah Swt.www.kodrii.blogspot.com